欢迎..............欢迎..............欢迎


Sabtu, 17 Juli 2010

Suasana Ruang Tidur Gadis Pingitan Tiongkok Kuno


Di dalam kebudayaan tradisional Tiongkok, kamar tidur seorang gadis disebut Gui Fang atau kamar tidur gadis pingitan, adalah lokasi dimana remaja putri bertempat tinggal, duduk dan berbaring, berkultivasi ketrampilan perempuan (menenun, menjahit, menyulam dan lain-lain), mempelajari dan mendalami tata krama, kitab kuno dan puisi.

Kehidupan dalam ruang pingitan adalah tahapan terindah, yang teramat penting tapi juga terhangat di dalam kehidupan kaum perempuan, bagaikan kupu-kupu cantik sebelum dapat mengepakkan sayapnya untuk terbang ia akan berubah dengan perlahan dan diam-diam tumbuh di sebuah kepompong mungil yang terbalut dengan sutra bening.

Orang zaman kuno juga menamakannya Xiang Gui atau kamar yang harum. Menyebut gadis yang belum dewasa sebagai Daizi Guizhong atau gadis yang sedang menunggu lamaran, bahkan tak pelit tinta dalam melantunkan puisi dan nyanyian untuk melukiskan suasana kamar tidur gadis pingitan.

Sebuah ruang khusus di dalam tempat tinggal, kamar tidur tradisional untuk para gadis, pada bidang disain interiornya selalu terdapat dua ciri khas:

1. Pribadi dan rahasia, harus memiliki karakter tersembunyi yang tinggi,

2. Berkarakter, memiliki dekor bernuansa kehangatan yang amat kuat.

Sebutan lain untuk kamar gadis adalah Xiulou (loteng menyulam), tempat khusus para gadis untuk berkarya dalam ketrampilan perempuan di zaman kuno, di dalam keluarga dengan aturan rumah-tangga agak keras.

Xiulou merupakan dunia bagi para gadis, di tempat itulah dia menghasilkan karya-karyanya, atau berangan-angan ala seorang gadis pingitan.

Dari sudut pandang manusia zaman moderen, Xiulou betul-betul bagaikan penjara termodifikasi bagi gadis zaman kuno, namun segala sesuatu perlu dipandang dari dua sisi, di mana paling tidak seorang gadis bisa dengan tenang tanpa terusik berdiam diri di dalam Xiulou, dipastikan tak kekurangan sandang pangan, sehingga si anak gadis dapat mengultivasi karakter terpuji yang penuh kelembutan, ketenangan, keramahan dan keindahan.

alt

Bulan ke-7 (musim panas), memetik bunga lotus di danau teratai, angin sepoi membelai danau, aroma lotus harum semerbak, para gadis cantik berperahu berkumpul menambah sejumlah keceriaan hidup dalam pingitan. (XIN SANCAI)
Di dalam Xiulou zaman kuno, pada umumnya harus terdapat sebuah tambour embroidery (alat untuk membordir) yang digunakan untuk menyulam bunga dan diletakkan di bawah jendela yang menghadap matahari.

Pemandangan, di mana sinar matahari pagi yang memancar miring masuk ke kamar melalui jendela kayu, menyorot ke arah tambour embroidery dengan gadis yang sedang memfokuskan diri pada sulamannya, bisa menjadi sebuah lukisan yang begitu indah dan penuh kehangatan.

Di suatu tempat berjarak ratusan kilometer dari luar Kota Yi Yang, Provinsi Hunan, terdapat sebuah desa yang kesemuanya bermarga Zhang dan dinamakan Desa Zhang Guying.

Leluhur desa bernama Zhang Guying tersebut adalah pejabat semasa Dinasti Ming yang memimpin seluruh keluarganya mencari tempat hidup menyepi di pegunungan.

Secara turun temurun dibangunlah rumah induk leluhur Zhang sebagai poros utama, hingga kini telah terdapat 10.000 lebih rumah. Memasuki area itu bagaikan di dalam istana misteri.

Pencahayaan, pencegahan kebakaran, sirkulasi udara, sistem pengairan dari kompleks bangunan tersebut sangat unik, telah menimbulkan perhatian besar dari para pakar bangunan dalam negeri.

Menurut seorang anggota keluarga marga Zhang, para gadis semenjak berusia 10 tahun belajar menyulam di atas loteng (Xiu Lou), dilarang turun dari loteng sampai dengan waktu pernikahannya tiba.

Untuk artikel akan datang, kita akan simak benda-benda menarik apa saja yang terdapat di dalam kamar pingitan tersebut. Di dalam kebudayaan tradisional Tiongkok, kamar tidur gadis yang belum menikah disebut "Gui Fang, kamar tidur gadis pingitan", adalah lokasi di mana remaja putri bertempat tinggal, duduk dan berbaring, berkultivasi ketrampilan gadis (menenun, menjahit, menyulam dan lain-lain), mempelajari dan mendalami tata krama, kitab kuno dan puisi...

Sebagai sebuah ruang khusus di dalam tempat tinggal, kamar tidur gadis tradisional, pada bidang disain interiornya selamanya terdapat 2 ciri khas:

1. Pribadi dan rahasia, harus memiliki karakter tersembunyi yang tinggi,

2. Berkarakter, memiliki dekor bernuansa kehangatan yang amat kuat.
Cermin

Putri di dalam kamar pingitan, kebanyakan adalah narcissistic, sebelum dia mencintai seseorang, dia terobsesi oleh dirinya sendiri dan kawan sekamar terbaiknya yaitu cermin.

Cermin paling terkenal kemungkinan adalah sungai kecil yang dinamakan Ruo Ye, bayang-bayang gadis cantik yang mencuci gulungan benang di tepi sungai membuat para ikan malu sampai bersembunyi di dasar sungai, telah meninggalkan cerita dongeng selama ribuan tahun.

Cermin tembaga di zaman kuno dipergunakan untuk menata rambut dan merias wajah serta mengusir roh jahat, cermin tembaga paling kuno yang masih utuh ditemukan pada makam Fuhao (permaisuri sekaligus jenderal perempuan) dari situs Dinasti Yin-Shang (abad 16-11SM).

Jangankan para perempuan pada umumnya, nampaknya di dasar hati seorang pahlawan perempuan yang mendampingi suaminya berperang pun, masih amat suka terlihat cantik.

Pada zaman Han Barat (206 SM - 25), orang-orang mulai menggunakan cermin tembaga sebagai kenangan dan cenderamata asmara antar lelaki-perempuan, mengambil makna "hati saling merefleksi".

Semasa hidup saling memberi dan "Saling menemani pada hari tua", setelah mati dikubur dalam satu makam, untuk menunjukkan "sehidup semati".

Tang Su-E di dalam "Duyang Ja Pian" terdapat sebuah kisah tentang "Memecah cermin berkumpul kembali", mengisahkan putri Le Chang dari Dinasti Nan Chao (420 - 589) dan pejabat Xu Deyan setelah mengalami pahit getirnya cinta pada akhirnya happy ending.

Pada zaman ini masih sering dipakai mengumpamakan suami istri setelah terpisah kemudian bertemu kembali atau sesudah kepergian akhirnya ber-happy ending.

Kisah asmara antara Bao dan Dai di "Hong Lou Meng, Dream of Red Mansions (novel klasik Tiongkok)" oleh si penulis mau tak mau juga diumpamakan sebagai sebuah asmara tanpa harapan bagaikan sebuah Mirror Flower Water Moon (suatu hal yang masih dalam angan-angan, masih sulit diraih).
Xie Yi-Pakaian Dalam

Pakaian dalam (pakaian sehari-hari) gadis di zaman kuno pada awalnya disebut Xie Yi. Xie bermakna "Sembrono atau tidak khidmat", dari sini bisa dilihat psikologis orang zaman kuno terhadap pakaian dalam adalah menghindar dan tersembunyi. Sejarah pakaian dalam Tiongkok sangat panjang, dalam sejarah yang dapat dilacak ialah dari Dinasti Han (sejak abad 3 SM).

Pakaian dalam gadis zaman kuno menyimpan perasaan sentimental masa lalu yang tak ada habisnya, "Bagian depan bulat-belakang persegi, bagian depan pendek - belakang panjang, ini adalah konsepsi tradisional yang menyesuaikan penyatuan antara langit-bumi-manusia."

Melalui pinggang, dada dan bahu masing-masing diberi pengikat, demi mencapai efek "Pembenahan kontinu bentuk tubuh plastis" di dalam gerak/olah tubuh. Pertemuan mulut kantong dengan sambungan harus diberi sulaman gambar kecil untuk menutupi titik simpul benang, mempertahankan keutuhan gambar, inilah yang disebut "memasuki wilayah lain tumbuh rasa sayang".

Ini juga telah menampung sejumlah 10 macam lebih ketrampilan teknis yakni: menyulam, menjahit, menempel, menambal, menjahit ornamen pada tepian pakaian, menjahit lingkaran, menjahit sepanjang tepi pakaian dan lain-lain, guna menyatakan tema yang berlainan. Sayangnya sebagian ketrampilan tersebut, sudah tidak terwariskan lagi pada saat ini.
Tiongkok sejak dahulu kala sudah memperhatikan tata krama, orang-orang sangat mementingkan dandanan dan penampilan diri, wajar kalau disebut sebagai negara bertatakrama, tata krama semacam ini menimbulkan pula pengaruh mendalam di wilayah sekitar Tiongkok.

Shu Li (sisir) membuat rambut bersih dan tak berdebu, terlihat jelas sehelai demi sehelai. Sudah sejak 4.000 tahun silam, leluhur orang Tionghoa sudah memiliki kebiasaan bersisir. Sisir sebelum periode Chun Qiu (abad 11-771 SM) bentuk maupun pembuatannya rumit dan dekornya elegan, tetapi bentuk luar pada dasarnya sama, selalu berbentuk lurus: tangkainya agak tinggi, bagian bidang mendatarnya agak sempit, jarang yang berbentuk persegi atau datar.

Sejak zaman Zhan Guo (770-256 SM) hingga ke dinasti Wei-Jin dan Nan Bei (265 - 589 SM), material sisir paling banyak menggunakan bahan kayu dan diutamakan kayu bambu, bentuk sisir, kebanyakan bagian atas bulat, agian bawah berbentuk persegi bagaikan tapal kuda.

Sisir dari zaman Sui-Tang (581 - 907), kebanyakan berbentuk berundak, jelas lebih pendek daripada zaman sebelumnya, material dan dekorasi dibedakan menurut fungsinya. Sesudah dinasti Song (960 - 1279), bentuk sisir menjurus ke datar, pada umumnya berbentuk bulan sabit. Model sisir pada zaman Ming dan Qing (1368-1911), pada dasarnya mempertahankan model Song.

Sebagai benda penting untuk berdandan dan make up wajah, sisir tentu saja juga termasuk salah satu perkakas yang harus disiapkan.
Kotak Bedak

"Ksatria mati demi orang yang dipercaya, perempuan bersolek demi orang yang dicintai". Kaum perempuan semasa Zhan Guo (770-256 SM) sudah mulai menggunakan Ceruse? untuk membedaki wajah, menghitamkan alis dan menyulap wajah yang semula biasa menjadi cantik.

Bedak zaman kuno, terdiri dari dua macam, yang satu macam menggunakan biji beras yang setelah ditumbuk halus ditambahkan rempah-rempah, maka itu aksara Fen (=serbuk) menggunakan aksara Mi (=beras) pada paruh kiri dan kanannya diikuti aksara Fen (=disisihkan). Macam lainnya adalah minyak untuk wajah yang berbentuk adonan, disebut hu fen. Oleh karena hasil penguraian dari bahan plumbum, maka juga dinamakan serbuk plumbum.

Selain serbuk beras dan serbuk plumbum, bedak rias juga menggunakan bahan lainnya. Seperti pada zaman Song, terdapat "bedak bunga persik putri jelita" yang dibuat dengan rumput Motherwort (Leonurus cardiaca) dan serbuk gypsum; pada zaman Ming, ada "bedak mutiara" yang terbuat dari bijih bunga Mirabilis; pada zaman Qing, ada "bedak batu" yang menggunakan batu licin dan bebatuan mineral lunak dan halus yang digerus dan lain-lain. Warna bedak yang semula hanya putih bertambah ke banyak warna dan dicampuri dengan berbagai wewangian mahal sehingga lebih berkhasiat memikat orang.

Alat make up utama untuk melengkapi bedak di zaman kuno adalah Rouge (Power Stone), semacam bahan pewarna alami untuk warna merah, juga alat utama dalam merias wajah, mirip blush on? yang dipakai zaman sekarang.
Sapu Tangan

Pada zaman moderen ini sudah tidak banyak kaum perempuan yang memakai sapu tangan, sedangkan bagi perempuan zaman kuno, sapu tangan ialah benda pribadi berharga bagi gadis pingitan. Biasanya dilipat dengan lipatan tertentu dan diselipkan ke dalam gelang lengan.

Sapu tangan adalah benda bersifat sangat pribadi dan hangat, maka itu perempuan zaman kuno mengangkat persaudaraan juga disebut "sahabat sapu tangan". Pada salah satu sudut sapu tangan di-infiks ring yang ditembus oleh tiga sudut lainnya, dinamakan "gabungan menembus hati", isi di dalamnya barangkali ialah isi hati kaum perempuan.

Di zaman kuno, sapu tangan adalah salah satu benda pengikat pertunangan/percintaan antar dua sejoli. Di dalam buku Impian Loteng Merah terdapat detail bagaimana Bao Yu memberi Dai Yu kenang-kenangan berupa sapu tangan lama dan kisah penyampaian cinta Jia Yun melalui satu sapu tangan mungil berwarna merah.
Kata Penutup

Semenjak dulu kala, perempuan dibedakan dengan pria, perbedaan ini tidak hanya terbatas secara biologis, juga termasuk psikologis. Berbagai bidang kehidupan orang zaman kuno adalah perwujudan prinsip Yin dan Yang, kaum pria mengutamakan maskulinitas, kecerdasan dan keberanian, perempuan mengutamakan keanggunan dan kesucian, kamar gadis pingitan justru untuk membantu kaum gadis untuk berkultivasi akhlak dan kepribadian yang menawan.

Kaum Hawa zaman kuno, kebanyakan lemah lembut dan tulus, meski terdapat perempuan luar biasa seperti Hong Fu (pendekar perempuan pada zaman akhir Dinasti Sui, awal abad ke-7) dan Hong Yu dan lain-lain, tapi toh tetap tidak kehilangan karakter indah yang khusus dipunyai oleh perempuan yang tulus dan penuh kelembutan.

Oleh karena itu kehidupan sewaktu dalam ruang pingitan apakah berperan kunci di dalam proses kultivasi kepribadian seperti itu? Saya kira jelas memang demikian, karena, karakter/kepribadian seseorang sebagian besarnya terpengaruh oleh lingkungannya.

Zaman sekarang kebanyakan perempuan terlalu menekankan hak gender dan meluapnya pemikiran kebebasan seks, ditambah lagi dengan nafsu memiliki masyarakat riil yang tak dapat dibendung, kebanyakan hanya memiliki penampilan sebagai perempuan tapi tak memiliki hakekat sebagai seorang perempuan.

Pada permukaannya meski berwujud perempuan, tetapi sorot mata, mimik, tutur kata dan ekspresi tidak lagi memancarkan kelembutan dan keanggunan yang khusus dimiliki kaum perempuan, untuk itu, para pria juga semakin lama semakin kehilangan sikap ksatria yang berlapang dada serta hati yang menyayangi perempuan (yang diidentikkan dengan batu giok harum).

Di dalam kendaraan umum, sudah lumrah, kaum pria gagah perkasa sama sekali tak menghiraukan para perempuan yang bersepatukan tumit tinggi bahkan terhadap perempuan hamil pun hati mereka bergeming.

Sebagai kaum hawa yang hidup pada zaman moderen ini bukankah semestinya merenung baik-baik, di satu sisi terlalu menekankan hak kesetaraan gender dan bersamaan itu terlalu longgar dalam konsep moralitas, bukankah bersamaan itu juga telah kehilangan karakter indah yang khusus dimiliki dan dianugerahkan kepada kaum perempuan oleh Sang Pencipta? (Kailing/The Epoch Times/whs)

Sisir (Shu Bi, shu = sisir yang agak renggang, Bi = jenis sisir yang lebih rapat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar