欢迎..............欢迎..............欢迎


Rabu, 02 Maret 2011

Asal usul lentera merah



Pada masa akhir Dinasti Ming, Li Zicheng, pemimpin pemberontak, bersama tentaranya sedang mempersiapkan diri untuk menguasai kota Kaifeng.
Demi mendapatkan informasi yang akurat, Li menyamar sebagai penjual beras masuk ke Kaifeng. Setelah mendapat gambaran yang jelas, maka Li menyebarkan berita untuk kalangan rakyat jelata bahwa tentara pemberontak tidak akan mengganggu setiap rumah yang menggantung lentera merah di pintu depan.
Sekembalinya Li ke markas, dia membuat rencana penyerangan. Para penjaga kota Kaifeng mulai mendapat serangan gencar dari tentara Li dan membuat mereka kewalahan. Tidak berdaya membuat pasukan penjaga kota Kaifeng mengambil jalan pintas membuka bendungan dengan harapan tentara Li tersapu banjir dan hancur. Namun banjir juga melanda rumah penduduk.
Banyak orang yang berusaha menyelamatkan diri naik ke atap rumah. Bagi rakyat jelata, mereka hanya membawa lentera merah. Sedangkan kaum bangsawan dan pejabat berusaha menyelamatkan harta benda. Banjir terus meninggi dan membuat orang-orang mulai putus asa.
Demi melihat penderitaan yang akan dialami banyak rakyat jelata, Li memerintahkan anak buahnya menyelamatkan rakyat dengan rakit dan perahu. Yang membawa lentera merah tentunya.
Untuk memperingati kebaikan hati Li dalam menyelamatkan rakyat jelata, maka bangsa Tionghoa selalu menggantung lentera merah pada setiap perayaan penting, seperti perayaan tahun baru imlek.

Dui Lian atau Chun Lian



Imlek sebentar lagi nih, hmm mungkin masih banyak yang belum tahu nih tentang Dui Lian (对联) atau biasa pas imlek gini disebut juga Chun Lian (春联). Setelah mencari-cari di internet akhirnya ketemu juga beberapa nih. Biasanya Chun Lian/Dui Lian ini berupa rangkaian kata-kata yang ditulis dalam aksara mandarin terus ditempel dipintu sebelah kiri dan sebelah kanan. Kebanyakan memilih Chun Lian yang berwarna merah dan menempelnya di kedua sisi pintu. Sejarahnya ini berawal dari sebelum dinasti Qin (221 SM-206 SM) dan dinasti Han (206 SM–220M), orang-orang China biasanya menempatkan jimat yang terbuat dari kayu persik (桃木) di kedua sisi pintu depan rumah sebelum hari raya musim semi atau hari raya imlek. Jimat kayu persik ini adalah papan kayu yang diukir dengan nama Shen Tu (神荼) dan Yu Lei (郁垒), dimana kedua nama ini adalah nama dewa-dewa yang dipercaya dapat mengusir setan dan iblis, maka dari itu orang-orang memakai nama mereka untuk menakuti dan menjauhi mereka dari hantu-hantu dan roh-roh jahat. Adat istiadat ini bertahan terus dalam masyarakat China sampai lebih dari satu millennium sampai kepada zaman 5 dinasti (907M-960M), ketika nama dewa-dewa yang biasa ditulis di papan kayu persik itu kemudian digantikan dengan kalimat- kalimat yang berpasangan atau Dui Lian ini.
Selama zaman dinasti Ming (1368M-1644M), Zhu Yuan Zhang/Hong Wu Di (朱元璋/洪武帝, 21 October 1328–24 Juni 1398 ) , raja pertama dari dinasti Ming mendukung dengan antusias rakyatnya untuk memakai Dui Lian. Bahkan sampai ketika beliau membangun ibukota di JinLing, beliau memerintahkan semua menteri-menterinya, pejabat-pejabat, dan orang-orang awam untuk menempelkan Dui Lian di setiap pintu depan rumah mereka sebelum hari raya imlek. Dengan bijaksana, raja Zhu pergi ke kota dan memeriksa DuiLian yang tertempel disetiap pintu depan rumah-rumah. Dari sejak saat itu sampai dengan sekarang ini, budaya untuk menggunakan Chun Lian dilaksanakan.
Nah sekarang tentang Dui Lian ini agak unik, biasanya ada kalimat atas atau Heng Pi (横批) yang ditulis diatas pintu masuk kemudian ada Shang Lian (上联) disebelah kanan dan Xia Lian (下联) disebelah kiri. Heng Pi ini ditulis secara horizontal atau mendatar lurus diatas dan dua yang lain ditulis secara menurun atau vertical. Chun Lian dapat berdiri sendiri namun Dui Lian selalu berpasangan. Heng Pi juga tidak selalu disertakan atau ditulis. Nih beberapa contoh-contoh hasil pencarian.
Dui Lian :
1. 上联:四面青山看画展
下联:三溪碧水听诗吟
2. 上联:三春草木如人意
下联:万里河流似利源
3. 上联:元日有杯皆进酒
下联:春来无处不飞花
4. 上联:山青水秀风光好
下联:人寿年丰喜事多
5. 上联:春自寒梅唤起
下联:香由乳燕衔来
6. 上联:大地春光好
下联:农村气象新
Chun Lian :
1. 农户有牛喜迎春
2. 牛耕碧野千畦秀
3. 牛耕芳草地
4. 牵牛花绽喜牵牛
5. 黄牛耕绿野
Heng Pi :
1. 家合万事
2. 春风送福
喜气临门
3. 春回大地
日暖人间
4. 门门喜气
户户春风
5. 大地春光好
长天晓日红
6. 春入春天春不老
福临福地福无疆
Beberapa Heng Pi yang cocok banget buat yang buka usaha atau toko nih,
1. 南北东西不缺
甜酸苦辣皆全
2. 精法廉小餐特色
麻辣烫川味正宗

Setiap Tahun Baru Imlek tiba, masyarakat di China selain makan jiaozi (Chinese dumpling), membakar petasan, saling mengunjungi, dan mengucapkan selamat tahun baru, juga melakukan satu hal yang mencolok, yakni tie chun lian atau menempelkan tulisan di sisi kiri dan kanan pintu rumah atau pintu gerbang. Chun lian itu adalah sepasang tulisan di atas kertas merah. Maksud semula menempel chun lian adalah untuk mengusir hantu dalam rumah atau mencegah roh-roh jahat masuk ke dalam rumah atau suatu wilayah untuk mengganggu anggota rumah atau warga.

Asal mula Chun Lian

Pada zaman dahulu, di sebelah timur laut negeri itu, ada sebuah hutan pohon persik di atas sebuah gunung, Pohon persik bermacam-macam ukurannya, ada yang kecil, ada juga yang sangat besar. Di antara pohon persik yang ada di hutan itu, terdapat satu pohon yang sangat besar dan memiliki dua lubang pada batangnya. Di dalam dua lubang itu tinggallah kakak-beradik. Sang kakak bernama Shen Tu dan si adik bernama Yu Lei. Shen Tu dan Yu Lei bahu-membahu menjaga hutan pohon persik tersebut.
Di belakang hutan pohon persik ada sebuah lubang besar mirip sebuah sumur yang besar. Lubang itu dalam sekali dan dihuni berbagai siluman dan hantu. Umumnya mereka tidak berani keluar lubang dan masuk ke hutan pohon persik, karena ada dua penjaga yang sangat galak, yakni Shen Tu dan adiknya Yu Lei. Shen Tu dan Yu Lei sangat perkasa dan kuat, sampai-sampai binatang-binatang buas di gunung itu sangat takut terhadap mereka. Si harimau tua yang paling di takuti oleh para siluman pun takut terhadap Shen Tu dan Yu Lei. Jika para siluman berani macam-macam mencuri buah persik dengan cepat Shen Tu dan Yu Lei menangkap mereka dan membuangnya ke sarang harimau untuk jadi santapan lezat harimau-harimau gunung.
Para siluman dan hantu tidak pernah patah arang untuk mencari jalan agar bisa berbuat jahat sesuka mereka. Suatu hari, ketua para hantu dan siluman, sebut saja Nenek Hantu, mengajak warganya untuk rapat. “Kita tidak boleh selamannya tinggal diam. Kita harus mencari jalan untuk bisa keluar dan melakukan apa yang kita suka,” katanya. Para hantu dan siluman pun menyambut dengan gembira motivasi yang di berikan oleh Si Nenek Hantu. “Rupanya Nenek Hantu adalah motivator yang sangat ulung,” demikian pendapat mereka. Lalu, seorang di antara mereka bertanya, ” Jika Shen Tu dan Yu Lei mengejar kita, bagaimana?” Para siluman dan hantu, setelah mendengar pertanyaan ini, segera kembali putus asa.
Akan tetapi, di tengah keputusasaan itu, seekor hantu cerdik berkata, “Begini, waktu Shen Tu dan Yu Lei tidur kita curi saja perlengkapan dan senjata mereka. Tanpa senjata itu, mereka pasti tak akan berdaya menangkap kita”. “Usul yang sangat bagus. Jika terlaksana, pasti berhasil,” ujar seorang siluman. “Tapi, siapa yang harus pergi mencuri perlengkapan dan senjata mereka?” tanya salah satu dari mereka. Tidak satu siluman dan hantu pun yang berani mengajukan diri. Mereka sangat paham akan kemampuan Shen Tu dan Yu Lei.
Tiba-tiba ada seekor hantu kecil pun mempromosikan diri, “Baik, baik, jangan khawatir, aku hantu paling kecil, mereka susah melihat aku. Biar aku yang pergi dan mencuri senjata mereka.” Sementara itu, hari sudah larut malam, dan setelah memeriksa semuanya, Shen Tu dan Yu Lei pun tertidur. Si hantu kecil mulai beraksi ke ruangan tidur Shen Tu dan Yu Lei. Hantu kecil itu agak takut juga, karena senjata itu ada di samping kepala Shen Tu dan Yu lei. Namun, mengingat bahwa jika senjata tidak diambil, mereka akan seterusnya meranam, dengan tekad yang kuat, ia mendekatinya. Shen Tu dan yu Lei tidak terbangun. Dengan semangat si hantu kecil pulang ke istana mereka. Teman-teman dan rekan sejawatnya pun menyambut dengan kegirangan.
“Ha-ha-ha… mereka tak akan berdaya menangkap kita lagi. Ayo, saatnya kita berpesta. Kita keluar sarang dan segera mengacaukan para penduduk desa.” Mereka dengan bangga menyambut gembira kebebasan mereka. Bahkan para siluman pun berani berteriak untuk mengganggu Shen Tu dan Yu Lei. Shen Tu dan Yu Lei bersiap menangkap para siluman pengacau, tetapi tiba-tiba mereka sadar bahwa senjata mereka sudah hilang. Mereka mencoba mencari, tetapi tidak mendapatinya. Dari kejauhan terlihat si hantu kecil sedang bermain-main dengan senjata mereka.
Shen Tu tertawa sinis sambil berkata kepada adiknya, “Para siluman itu menyangka dengan membawa senjata itu, maka kita tidak berdaya. Mereka salah, mari kita beri mereka pelajaran!” Dengan segera Shen Tu dan Yu Lei pergi mengambil sebuah dahan dari pohon persik yang paling tua dan besar. Setelah itu, mereka segera berlari ke arah siluman. Para siluman pun mulai ketakutan. Namun, Nenek Hantu berkata , “Jangan takut! Senjata andalan mereka tidak ada di tangan mereka. Mereka bisa berbuat apa terhadap kita? Ayo , kita teruskan pesta.” Mendengar ucapan Nenek Hantu, mereka pun merasa tenang.
Waktu Shen Tu dan Yu Lei datang, mereka semua malah tertawa sambil mengolok-olok, “Ha-ha-ha kalian datang ke sini mau ngapain? Apa mau cari senjata kalian? Sayang, senjata kalian sekarang sudah menjadi milik kami.” Namun, tanpa diduga, dengan cepat Shen Tu dan Yu Lei menghajar dan menangkap mereka. Dalam waktu singkat mereka semuadiikat dan dilemparkan kembali ke lubang dalam sarang mereka. Rupanya Shen Tu dan Yu Lei tetaplah jagoan meski senjata andalan tidak ada di tangan mereka. Para siluman dan hantu sangat ketakutan dan tidak berani lagi macam-macam jika mendengar nama Shen Tu dan Yu Lei atau mengetahui keberadaan mereka di suatu tempat.
Sejak saat itu, penduduk desa selalu menggunakan dua lembar kertas yang terbuat dari bahan pohon persik. Pada kertas itu ditulis nama Shen Tu dan Yu Lei pada kertas lain. Kedua kertas itu lalu di tempelkan di sebelah kiri dan kanan pintu rumah atau gerbang. Kalau tahu ada dua nama yang menakutkan itu, para siluman dan hantu tidak akan berani datang mengganggu. Itulah kisah mengapa orang membuat chun lian.
Pada zaman Dinasti Ming (1369-1644 Masehi) di kota Nanjing, diterapkan bahwa di setiap rumah penduduk harus ada chun lian dari kertas merah di setiap pintu rumah dan gerbang. Tentu chun lian tidak lagi semata bertuliskan nama Shen Tu dan Yu Lei, namun boleh bermacam-macam tulisan hikmah atau berkat. Kertas merah itu sudah menjadi lambang Shen Tu dan Yu Lei, serta tulisan di atasnya adalah kata-kata mutiara atau harapan yan oleh seisi rumah diharapkan bisa terjadi pada tahun yang baru.

Asal-Usul Tradisi "Bakar Rumah-rumahan Kertas"


Sejak zaman dulu sebenarnya ada 2 jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.

Mereka yang mempercayai tradisi ini beranggapan bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada zaman Tiongkok kuno.

Tetapi ternyata kemajuan zaman telah mempengaruhi pula tradisi ini, sekarang yang dibakar bukan hanya kertas emas dan perak, ada pula sejenis uang kertas dengan nilai nominal aduhai (milyaran), yang bentuknya mirip dengan uang kertas yang digunakan pada zaman sekarang. Yang membedakannya adalah kalau pada uang kertas yang berlaku pada umumnya ada yang bergambar kepala negara atau pahlawan, tetapi pada uang kertas yang akan dikirim kepada para leluhur yang telah meninggal ini bergambar Yen Lo Wang (Giam Lo Ong) yakni Dewa Yama, penguasa alam neraka, dan adanya tulisan "Hell Bank Note" (Mata Uang Neraka). Sebenarnya ini adalah salah kaprah yang perlu diluruskan, karena yang semestinya uang-uangan ini dimaksudkan untuk alam baka dan buka neraka. Entah dari mana asal mula timbulnya ide untuk membuat dan membakar uang kertas akhirat seperti itu, mungkin dasar pemikirannya adalah karena sekarang mata uang tidak lagi berupa kepingan emas dan perak, melainkan uang kertas; tentunya di alam sana juga perlu penyesuaian.

Konon tradisi "Bakar Rumah-rumahan dan uang Kertas" ini baru dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari Kerajaan Tang di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar yang adil dan bijaksana serta pemeluk Agama Buddha yang taat sehingga beliau dicintai oleh rakyatnya.

Dalam pandangan Kaisar sendiri, beliau puas dengan kemakmuran yang ada disekeliling beliau. Masyarakat dikota raja semuanya hidup bahagia, tenteram dan damai. Sampai suatu ketika sang raja pergi keluar kota raja dan melihat keadaan masyarakatnya yang sesungguhnya.

Keadaan diluar kota raja sungguh menyedihkan. Mereka hanya cukup untuk makan, namun mereka tidak punya apa-apa dan hidup dalam kemiskinan. Yang ada hanyalah pohon-pohonan bambu saja dihalaman rumah mereka.

Sekembalinya ke kota raja, sang kaisar murung dan terus berpikir keras bagaimana caranya untuk menyeimbangkan kesejahteraan rakyatnya baik yang dikota maupun diluar kota raja. Akhirnya kemudian dikisahkan sang raja mendapatkan ide untuk berpura-pura mangkat, dengan demikian maka seluruh orang kaya di kota raja akan berkumpul untuk melayat beliau.

Disebarkan kabar bahwa Kaisar menderita sakit yang cukup parah, mendengar kabar ini rakyat menjadi sedih. Beberapa hari kemudian secara resmi keluar pengumuman dari Kerajaan bahwa Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia. Rakyat benar benar berduka-cita karena merasa kehilangan seorang Kaisar yang dicintai, sebagai ungkapan rasa duka cita ini penduduk memasang kain putih di depan pintu rumahnya masing-masing tanda ikut berkabung atas mangkatnya Sang Kaisar.

Sebagaimana tradisi pada waktu itu, jenazah Kaisar tidak langsung dikebumikan,
melainkan disemayamkan selama beberapa minggu untuk memberi kesempatan pada para pejabat istana dan rakyat untuk memberikan penghormatan terakhir.

Alkisah, setelah beberapa hari kemudian Kaisar Lie Sie Bien hidup kembali atau
bangkit kembali dari kematiannya. Dan kemudian beliau bercerita mengenai perjalanan panjangnya menuju alam neraka, yang dialaminya selama saat kematiannya.

Dimana salah satu cerita beliau, adalah ketika beliau dalam perjalanan menuju
alam neraka, sang Kaisar bertemu dengan ayah bunda, dan sanak keluarga, serta teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Dimana dikisahkan bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam keadaan menderita kelaparan, kehausan, dan serba kekurangan walaupun dulu semasa hidupnya mereka hidup senang dan mewah. Keadaan mereka sangat menyedihkan, walaupun saat ini anak-anak dan keturunannya yang masih hidup berada dalam keadaan senang dan bahagia.

Makhluk-makhluk yang menderita ini berteriak memanggil Lie Sie Bien untuk minta pertolongan dan bantuannya untuk mengurangi penderitaan mereka. Menurut Kaisar mereka ini sangat mengharapkan bantuan dan pemberian dari keturunan dan sanak-keluarganya yang masih hidup.

Lalu sang Kaisar menghimbau dan menganjurkan agar keturunan dan sanak keluarga
yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. Kita yang masih hidup wajib mengingat dan memberikan bantuan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kita kepada leluhur kita itu.

Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan bantuan dana/uang kepada mereka yang berada di alam penderitaan itu. Dan dana bantuan itu adalah salah satunya berupa "Rumah-rumahan" dan uang-uangan untuk dibakar yang terbuat dari bambu-bambu (yang juga merupakan bahan dasar pembuatan kertas saat itu). Rumah-rumahan ini yang kemudian dibakar dan akan menjelma menjadi rumah beserta isinya di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayah bunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka.

Karena yang berkisah ini adalah seorang Kaisar yang sangat dihormati dan dicintai segenap rakyatnya, maka tentu saja cerita ini dipercayai, dan himbauan kaisar langsung mendapatkan tanggapan yang baik dari para pejabat, bangsawan, dan seluruh rakyat kerajaan Tang.

Dengan demikian maka masyarakat kota raja akan berbondong-bondong membeli bambu untuk kebutuhan rumah-rumahan yang akan dibakar serta pembuatan kertas kepada masyarakat luar kota raja yang hidup dalam kemiskinan.

Pesan Moral :
Dalam persembahyangan dan melakukan pembakaran uang-uangan kertas awalnya sebenarnya untuk membantu perekonomian masyarakat miskin dinasty Tang. Namun saat ini sudah berubah menjadi area bisnis bagi kalangan pengusaha yang sebenarnya tidak dapat disalahkan, hanya kita sebagai pelaku perlu untuk memahami maksud yang sebenarnya sehingga tidak melakukan sesuatu yang tidak dipahami dengan baik.

Apalagi adanya salah kaprah pada jenis uang-uangan saat ini dengan menuliskan Bank of Hell yang sebenarnya jauh dari maksud awal yang bermaksud untuk menjadi mata uang alam baka dan bukan mata uang neraka seperti yang terjadi saat ini.

Selain itu, pembakaran juga mengingatkan kita dengan pilar-pilar budaya Tionghoa untuk penghormatan terhadap leluhur. Selain itu, persembahyangan merupakan waktu kebersamaan untuk berkumpul dan bercerita mengenang pesan moral dan kebaikan leluhur untuk dijaga dan diteruskan oleh kita sebagai keturunannya sebagai wujud nilai bakti kepada leluhur.

Pembakaran juga memiliki pesan moral tersirat untuk berbakti dan setia kepada negeri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak, tempat kita lahir dan bertumbuh.

Semoga dengan penulisan ini semua bisa benar-benar memahami apa yang dilakukan. Karena maksud sebenarnya sangat baik dan memiliki nilai moral yang tinggi, terkadang hanya karena ketidak tahuan maka bisa terjadi penyimpangan yang tidak dipahami.

Sumber Tulisan :
1. Origins of Chinese People and Custom, Li Xiaoxiang, Asiapac Culture Singapore, 2001
2. http://suhuliem.forumotion.com/ajaran-taoismeklik-disini-f4/ask-tanya-kim-cua-t50.htm
3. http://www.indonesiaindonesia.com/f/34700-bakar-kertas-sembahyang/
4. Berdasarkan penuturan Bhante Dhammiko, Dhammadesana Vihara Berkah Utama 14 Maret 2009