欢迎..............欢迎..............欢迎


Tampilkan postingan dengan label chinese festival. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label chinese festival. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 Mei 2011

MAKNA MENDALAM LEGENDA CHANG E MENUJU BULAN


“Chang E (Putri Bulan) Menuju Bulan, sebuah legenda kuno prasejarah. Memiliki peran penting dalam membentuk kebudayaan warisan dewata di China.”

Di dalam proses pewarisan sejarah yang begitu panjang, tak dapat dihindari terkontaminasi banyak konsep duniawi dan perasaan manusia (selanjutnya disebut: emosi). Tarian Chang E Menuju Bulan yang dipentaskan Shen Yun Performing Arts pada 2008 lalu, secara nyata telah mewujudkan lagi kisah yang sebenarnya.

Begitu tarian dimulai, adegan yang ditampilkan Ratu Barat (Dewi penguasa Negara Barat di dalam mitologi China kuno) sedang memberikan hadiah berupa ramuan ajaib kepada suami istri Hou Yi. Tentu saja, setelah mereka memperoleh pil yang konon bisa melepaskan diri dari lautan penderitaan, meluap kegembiraannya. Lantas kapan dapat terbang ke langit sehabis meminum ramuan tersebut? Hanya pada saat bencana besar tiba. Selama masa penantian itu, yang mereka lakukan hanyalah berkultivasi (= orang yang mematut diri dengan ketat terhadap prinsip alam semesta).

Bencana akbar itu benar-benar tiba, di langit muncul 9 matahari. Langit dan bumi berubah warna, pepohonan dan rerumputan begitu tunas sudah langsung lunglai, masyarakat terjerumus di lembah kesengsaraan dan menggelepar bak dipanggang api. Dalam menghadapi bencana itu, Chang E telah meminum separuh ramuan ajaib tersebut. Tatkala sisanya diberikan kepada Hou Yi, secara tak sengaja botol berisi sisa ramuan tersebut terjatuh dari tangan Hou Yi. Kedua orang itu sangat panik, mereka tahu ramuan yang tertumpah tersebut menandakan perpisahan mereka sebagai suami-istri, juga menandakan Hou Yi bakal masih harus bereinkarnasi di dunia fana.

Sebelum Hou Yi menumpahkan botol pusaka itu, ia telah bersumpah memanah jatuh para “matahari beracun” tersebut demi rakyat. Ia tidak menyesali ramuan tersebut, melainkan pergi menjelajahi hutan belantara dan pegunungan guna menuntut ilmu sakti agar dapat memanah jatuh “matahari beracun”.

Singkat cerita, setelah Hou Yi berhasil memperoleh busur dan anak panah sakti, dalam satu kali gebrakan ia berhasil memanah jatuh 8 matahari. Ketika hendak memanah jatuh yang ke-9, matahari terakhir, Chang E mencegahnya dan meminta membiarkan matahari terakhir itu untuk menyinari bumi, agar segenap makhluk hidup memperoleh sumber cahaya untuk pertumbuhan.

Manusia di bumi telah terselamatkan, misi Hou Yi selesai sudah. Saat itu, Chang E yang telah meminum ramuan ajaib tak dapat lagi tinggal di dunia manusia. Pada suatu malam yang sunyi dan indah, dengan dipenuhi perasaan pedih mendalam, Chang E terbang menuju Istana Bulan.

Di dalam proses Hou Yi mencari keberadaan Chang E, dalam duka dan nestapa, ia sungguh sangat tidak menginginkan sang istri pergi meninggalkannya. Ketika ia menemukan Chang E yang sedang terbang menjauh, kesedihan memenuhi dada dan di bawah tekanan emosi yang menyengsarakan, ia terjatuh. Jarinya menunjuk ke arah terbangnya Chang E, mengekspresikan pahit getir perpisahan yang harus ia tanggung.

Tarian Chang E Menuju Bulan sangat menyentuh hati para penonton, ada keberanian seorang pahlawan penyelamat manusia yang sedang dirundung bencana, ada cinta mendalam sepasang suami-istri, ada kesulitan dan rasa bersyukur insan manusia, ada anugerah dan pengayoman sang Pencipta, juga ada kepedihan perpisahan suami-istri. Namun, makna mendalam legenda tersebut tidak berhenti sampai di situ saja.

Setelah Ratu Barat menghadiahi ramuan ajaib, barulah Hou Yi ceroboh menjatuhkannya. Ratu Barat tentu mengetahui bencana besar yang bakal dihadapi manusia di dunia, yang Ia selamatkan adalah manusia pilihanNya. Dalam poin ini mirip dengan prinsip Taoisme, dalam hal “Guru memilih murid”. Manusia pilihan tersebut berbakat dasar baik dan memiliki takdir pertemuan yang mendalam dengan sang guru. Akan tetapi, hubungan yang jauh lebih mendalam, tidak mampu terdeteksi Ratu Barat.

Bencana di dunia manusia pasti sudah ditakdirkan, manusia di dunia fana sebetulnya juga bukan demi menjadi manusia. Tingkatan asal mula sebagian orang di dunia ini sangat tinggi, tujuan mereka turun ke dunia sebetulnya demi berkultivasi, sekaligus bertugas mencipta berbagai kebudayaan yang dibutuhkan umat manusia, tentu saja termasuk menggunakan bencana di dunia untuk mencipta dan mewariskan kebudayaan.

Seperti Hou Yi memanah matahari, ini bukan sembarang orang hendak melakukannya lantas dapat dilakukan. Bisa dikatakan, Hou Yi memanah matahari merupakan misi yang diberikan sang Pencipta kepadanya, juga merupakan perjanjian dengan sang Pencipta sebelum kedatangannya ke dunia. Ia bukan saja harus memanah matahari, juga harus menahan derita perpisahan dengan sang istri. Jika tidak, tiada lagi kepiluan dan kesepian yang menyertai terbangnya Chang E ke bulan. Tiada kesenyapan dan kesebatang-karaan di Istana Guang Han (Istana Dingin nan Luas), maka tiada lagi makna yang lebih mendalam tatkala sang rembulan dilantunkan kaum sastrawan yang muncul sesudahnya. Boleh dibilang, pernikahan dan perpisahan sepasang suami-istri tersebut sudah merupakan takdir.

Maka dari itu, lantas terjadi pengaturan yakni sewaktu bencana datang menghampiri, Chang E meminum ramuan ajaib dan Hou Yi menjatuhkannya. Kita tentu tidak dapat berdasarkan kejadian tersebut memvonis Chang E egoistis. Ketika Hou Yi siap membidik matahari terakhir, Chang E yang mencegahnya.

Chang E bukan seorang kultivator tanpa cela, di saat terpaksa meninggalkan dunia manusia, sempat merasa pilu lantaran kehilangan suami. Barangkali kesunyian di Istana Bulan memberikan suasana bertahap menempa diri sehingga akhirnya berhasil memutus takdir perasaan. Karena Istana Bulan hanyalah perwujudan sebuah dimensi tertentu dari selapis langit, semuanya masih berada di dalam Triloka, sedikit banyak masih memiliki perasaan manusia.

Perasaan Hou Yi terhadap istrinya juga cukup berat, di akhir cerita diekspresikan dengan sangat menyentuh. Apabila suami-istri ini terbang bersama ke Istana Bulan, di mata orang awam tentu saja merupakan sebuah akhir cerita yang agak sempurna. Akan tetapi, lantas bagaimana bisa melanjutkan peningkatan kultivasi mereka masing-masing? Dilihat dari sudut pandang itu, perpisahan keduanya adalah pasti.

Tentu sebuah pengaturan kejadian tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, permasalahan yang berkaitan sangat banyak. Bagaimanapun juga ini kebudayaan yang hendak diwariskan sang Pencipta kepada manusia. Hendak membuatnya menjadi mitologi yang diteruskan dari generasi ke generasi, juga dipastikan memiliki makna yang sudah ditentukan. Mitologi semacam ini pada taraf agak luas, mempengaruhi interpretasi kebudayaan China di kemudian hari.

Hou Yi sebagai jiwa dari lapisan tinggi alam semesta datang ke dunia fana. Misinya bukan hanya mencipta sebuah kebudayaan saja (tradisi Perayaan Bulan Purnama Tiongjiu yang tahun ini jatuh pada 28 September lalu). Ia turun ke dunia fana, maka harus bereinkarnasi di dalam dunia manusia.

Di dalam reinkarnasi yang berlangsung bermasa-masa, boleh dibilang, setiap masa juga pasti terdapat pengaturan khusus mengenai dirinya. Sedangkan reinkarnasi hanyalah suatu bentuk eksistensi di dunia fana bagi jiwa. Ia di dalam misteri jiwa itu, sedang menanti melakukan peristiwa yang lebih besar tentang umat manusia. Apabila Hou Yi (secepat itu) kembali ke khayangan, termasuk para tokoh di dalam dongeng mitologi lainnya, seusai sempurna berkultivasi dan kembali ke kerajaaan surga mereka, bagaimana mungkin dapat menyelesaikan sumpah besar yang mereka ikrarkan sebelum turun ke dunia fana?

Dari sudut pandang ini dikatakan, para jiwa yang menempuh marabahaya turun ke dunia dan telah meninggalkan jasa penuh kemuliaan sekaligus mencipta serta memperkaya khasanah kebudayaan umat manusia juga mengakumulasi berkah kewibawaan bagi dirinya sendiri. Maka, apakah hal terbesar umat manusia zaman sekarang? Dimana seluruh umat manusia menuju bencana akhir, yaitu situasi perkembangan manusia sudah menemui jalan buntu, seluruh alam semesta dengan sendirinya termasuk umat manusia berada dalam situasi genting. Saat ini, dipastikan terdapat kehadiran juru selamat besar yang turun ke dunia fana demi menyelamatkan umat manusia.

Sedangkan manusia yang berkoordinasi mengerjakan segala sesuatu (dari proyek) ini, merupakan jiwa-jiwa tingkat tinggi pada zaman pra sejarah yang silam. Berasal dari ketinggian tertentu alam semesta dan turun ke dunia manusia. Tujuan mereka turun ke bumi, selain untuk berkultivasi di dunia manusia, juga ada yang memiliki misi penyelamatan seluruh umat manusia pada masa akhir zaman. Dilihat dari sudut pandang ini, makna pekerjaan yang dilakukan orang-orang ini, serupa dengan tindakan heroik penyelamatan Hou Yi terhadap manusia kala itu.

Tentu, cara yang dipakai mereka beraneka ragam, termasuk menggelar makna sesungguhnya Chang E Menuju Bulan dan menggunakan inti sari dari kebudayaan warisan Dewata yang orisinil untuk menggugah sifat hakiki manusia. Ini barulah fakta sesungguhnya tarian Chang E Menuju Bulan dan pertunjukan Shen Yun Performing Arts yang dipersembahkan kepada manusia di dunia.

Dari sudut pandang ini, makna Chang E Menuju Bulan yang diwariskan ribuan tahun lamanya, juga sedang menggugah manusia. Barangkali, kala itu Hou Yi sedang menggunakan caranya sendiri melakukan penyelamat-an makhluk hidup. Mengapa setelah menonton Chang E Menuju Bulan dan pertunjukan Shen Yun Performing Arts lainnya otomatis sudah berarti sama dengan menyelamatkannya? Tarian ini sekali pentas bisa merasuk ke sanubari manusia, itulah efek tak terelakkan dari kebudayaan warisan Dewata.

Yang dipertontonkan dan dipentaskan Shen Yun Performing Arts merupakan kebudayaan warisan Dewata Tionghoa sesungguhnya. Banyak orang usai menikmati pertunjukan Shen Yun Performing Arts telah tersadarkan. Tergugahnya mereka menandakan penyelamatan mereka!

Ketika mereka benar-benar memahami kandungan makna Chang E Menuju Bulan, mereka telah memahami fakta sesungguhnya dari jiwa. Bisa saja sesaat itu mereka masih belum jelas benar arah tujuannya, namun di dalam hati mereka benar-benar telah memahami penyelamatan sang Pencipta terhadap manusia di dunia. (The Epoch Times/whs)

Senin, 13 Desember 2010

La Ba : Hari Thanksgiving Ala China


Tahun Baru Imlek pada 2010 ini jatuh pada 14 Februari, namun "Perayaan akbar Tahun Baru Imlek" tradisional sebenarnya sudah dimulai sejak 22 Januari. Tanggal 8 bulan Lilin (sebutan untuk bulan ke-12 kalender lunar China) umumnya disebut "Hari Raya La Ba (baca: la pa, La = lilin, Ba = delapan)", merupakan hari di mana orang-orang memberi persembahan kepada sang Pencipta dan memohon hari-hari yang penuh kemakmuran dan kebahagiaan.

Mohon jangan memandang enteng Hari La Ba, boleh dibilang ia adalah Hari Bersyukur (Thanksgiving) bagi orang China, ia menandakan tirai tahun baru secara resmi telah dibuka. Pada tahun ini dimulai dari 22 Januari tersebut, orang-orang sudah mulai melakukan pengecekan stok, pembersihan rumah, menempel kuplet, menyulut mercon, ritual menghantar yang lama menyambut yang baru, kemudian seluruh keluarga berkumpul, makan bersama nasi malam tahun baru, bersilaturahim, berkunjung dan mengundang tamu.

Dari La Ba hingga tanggal 15 Imleek (Hari Capgomeh yang jatuh pada 28 Februari), orang-orang yang sudah bersusah-payah bekerja mulai memasuki momentum paling nikmat dan nyaman di dalam satu tahun, bulan perayaan bagi orang China sudah akan dimulai.

Mengenai asal-muasal bubur La Ba, terdapat beberapa versi: ada yang mengatakan untuk menyembahyangi Shen Nong (Dewa Pertanian), ada yang mengatakan untuk mengenang Yue Fei (jenderal besar pahlawan bangsa zaman Dinasti Song Selatan), tetapi versi yang paling populer ialah, untuk memperingati sang Budha.

Konon sang Budha Sidharta Gautama meninggalkan istana sang ayah untuk melakukan pertapaan di gunung pedalaman, namun berkultivasi dengan segala derita selama bertahun-tahun tanpa ada hasil. Suatu ketika ia hendak mandi di sebuah sungai untuk menyegarkan diri, sesudah mandi lantaran tubuh yang begitu lemah sampai tak kuat merangkak ke tepian.

Seorang perempuan penggembala menarik sang Budha ke atas tepi sungai dan memberi-Nya secawan bubur yang terbuat dari beras dan biji-bijian lainnya. Setelah memakannya, sang Budha merasa seperti bertenaga kembali, beberapa waktu kemudian Ia memperoleh pencerahan dan kesadaran sempurna di bawah pohon Bodhi. Kebetulan hari itu adalah tanggal 8 bulan 12 kalender lunar (Imleek).

Bubur La Ba di seluruh wilayah China saling bersaing pesona, tetapi yang kepunyaan Kota tua Beijing terhitung paling komplit dan menyehatkan dengan komposisi bahan sebagai berikut: Jojoba, lotus, walnut, kastanye, almond, pine nut, lengkeng, Hazelnut, anggur, Ginkgo, Water chestnut, mawar, kacang merah, kacang tanah, dan lain-lain, tidak kurang dari 20 macam!

alt

Memasak bubur La Ba harus menggunakan minimal 5 macam padi-padian. (CAIXIA/THE EPOCH TIMES)

Pada malam La Ba (21 Januari) pukul 7, orang-orang sudah lantas menyibukkan diri dan beraktivitas sebagai berikut: mencuci beras, merendam buah, mengupas kulit, mengeluarkan biji, pemilahan, kemudian pada tengah malam mulai dimasak, baru menggunakan api kecil untuk direndam sampai keesokan paginya, di pagi buta tersebut bubur La Ba masak sudah.

Bubur La Ba yang demikian komplit tentu terutama dipersembahkan kepada sang Budha, kemudian baru setelah itu bisa diberikan kepada handai taulan, akhirnya baru giliran diri sendiri. Kini di supermarket yang menjual makanan China sangat beraneka ragam, hendak melengkapi bahan bubur La Ba tentu tidak sulit. Maka hati yang tulus dan bersyukur si pembuat bubur semakin lebih berharga. (Liu Fei/The Epoch Times/whs)

Senin, 30 Agustus 2010

Festival Pertengahan Musim Gugur (中秋節: zhōng qiū jié)


Festival kue bulan adalah tradisi masyarakat Tionghua yang dirayakan setiap tanggal 15 bulan 8 imlek. Festival ini juga dikenal sebagai festival pertengahan musim gugur. Pada hari ini masyarakat Tionghua merayakan festival ini dengan tari – tarian dan doa sambil menikmati keindahan sang bulan. Tentunya sambil menyantap kue bulan.

Kue bulan hanya dihidangkan pada perayaan kue bulan saja. Masyarakat menyantap dan membagikan kue ini sebagai tanda syukur terhadap rejeki yang mereka terima sepanjang tahun ini. Banyak versi mengenai asal usul kue bulan.
Asal usul Festival kue bulan

1. Chang Er dan Huo Yi
Kisah berawal dari suatu zaman dimana pada zaman itu ada sepuluh matahari bersinar bersamaan diatas langit. Kesepuluh matahari itu adalah jelmaan dari sepuluh orang putra kaisar langit. Kesepuluh matahari ini memiliki tugas setiap hari secara bergantian mengelilingi langit sehingga dapat membantu rakyat untuk berternak dan bertani. Namun kesepuluh matahari itu tidak mematuhi perintah dan mereka keluar secara bersamaana. Sehingga menyebabkan kekeringan dimuka bumi. Manusia dan hewan mati kelaparan.
Kaisar langit murka dan segera memerintahkan seorang pemanah terkenal bernama Huo Yi turun ke bumi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Huo Yi adalah seorang dewa ia bersama dengan istrinya turun kebumi, walaupun dalam hati istrinya ia tidak berkeinginan untuk itu. Namun dengan berat hati iapun menemani Huo Yi.
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama dengan 10 matahari, akhirnya dengan keegosian kesepuluh matahari tersebut dengan sangat terpaksa Huo Yi memanah ke Sembilan matahari dan hanya menyisahkan 1 matahari. Seketika itu juga cuaca yang tadinya panas sekali berubah menjadi sejuk. Hujan turun membasahi bumi, sungai – sungai mulai digenangi air, tumbuhan mulai tumbuh, manusia pun lepas dari ancaman kelaparan. akan tetapi kaisar sangat murka atas kematian ke Sembilan putranya dan segera memerintahkan Huo Yi untuk tetap menetap di bumi membantu umat manusia.
Demi mendapatkan hidup yang abadi seperti disurga akhirnya Huo Yi pergi kegunung Kun Lun yang penuh dengan bahaya. Dan pada akhirnya ia berhasil mencapai puncak gunung Kun Lun dan bertemu dengan Ibu Raja. Karena melihat pengorbanan yang dilakukan Huo Yi akhirnya Ibu Raja memberikan sebuah pil keabadian. Ibu Raja mengatakan bahwa apabila seseorang memakan pil ini ia bisa kesurga. Namun jika dua orang membaginya maka mereka berdua dapat hidup abadi. Mereka harus memakan pil itu tepat pada tanggal 15 bulan 8, ketika bulan penuh.
Huo Yi mendengar bahwa ada ramuan permata di gunung Tien Shan yang dapat membuat wanita semakin cantik. Saat itu tepat pada tanggal 12 bulan 8, tiga hari kemudian merupakan hari yang telah ditunggu Huo Yi dan Chang Er. Untuk membahagiakan dan menembus kesalahannya dahulu yang pernah dilakukannya Huo Yi pergi untuk mendapatkan ramuan tersebut tanpa mengatakan apa – apa mengenai kepergiaannya. Menurut perhitungan Huo Yi ia akan mendapatkan ramuan itu dan kembali dalam waktu tiga hari.
Tiga hari berlalu ia masih belum melihat Huo Yi. Ia pun bertanya kepada salah satu murid Huo Yi, akan tetapi murid Huo Yi itu berbohong dengan mengatakan bahwa Huo Yi tidak akan kembali kepada Chang Er lagi, karena Huo Yi telah menemukan wanita yang lebih cantik dari Chang Er. Murid tersebut berbohong karena ia juga menyukai Chang Er yang berparas cantik.
Betapa kecewanya Chang Er mendengar perkataan murid Huo Yi. Akhirnya setelah berpikir panjang ia kemudian memakan semua pil tersebut dan semakin lama tubuhnya semakin ringan lama kelamaan Chang Er mulai melayang ke udara. Sesampai Huo Yi dirumah ia melihat Chang Er terbang kelangit. Chang Er ingin kembali ke surga, akan tetapi para dewa dewi melihat penghinanatan yang telah dilakukan Chang Er akhirnya ia tidak diijinkan untuk kembali ke surga. Akhirnya Chang Er memutuskan untuk tinggal dibulan yang dingin dan sepi.



Dengan hati yang galau ia hendak memanah jatuh Bulan dimana tempat Chang Er berada, akan tetapi niatnya tersebut diurungkannya ia kemudian mematahkan busur panahnya. Murid Huo Yi yang sejak dahulu berniat membunuh Huo Yi mengunakan kesempatan ini untuk membunuh Huo Yi. Akhirnya Huo Yi pun Mati. Chang Er yang berada dibulan menyaksikan bangaimana sang suami dibunuh dengan kejamnya, dan ia sangat menyesali apa yang telah dilakukannya.
Namun penyesalan sudah datang terlambat, ia tidak hanya dibuang dari surga tetapi juga ia harus menjalani hidup abadi sendiri di bulan. Menurut legenda kecantikan Chang Er mencapai puncaknya pada hari perayaan Kue bulan. Huo Yi setelah meninggal menjadi dewa matahari. Ia dapat bertemu Chang Er hanya setahun sekali yaitu pada saat perayaan Kue bulan.

2. Raja Ho Le dan Ratu Jan Go
Ada seorang raja bernama Raja Ho Le, ia sangat tamak dan senang memperkaya diri sendiri. Rakyat sangat menderita sejak sang raja memerintahkan tabib istana untuk membuat obat panjang umur. Sang ratu Jan Go tidak menyetujuhi permintaan sang suami, maka ratu mencuri ramuan obat terserbut dan meminumnya. Setelah meminum ramuan tersebut ratu menghilang dan tiba – tiba muncul dalam mimpi seorang suhu. Dalam mimpi suhu tersebut sang ratu mengatakan bahwa dirinya sekarang bersemayam dibulan dan menyebut dirinya sebagai Dewi Bulan.

3. Revolusi melawan pemerintahan Mongolia
Cerita bermula saat China dibawha pimpinan Mongolia. Pada akhir rejim mereka pemerintah sangatlah buruk. Raja kerjanya hanya hidup berhura – hura, padahal rakyat mereka penuh penderitaan. Saat keadaan ekonomi negara kacau, ada beberapa aktivis menyerukan revolusi. Kerena ada pengawasan yang ketat dari pemerintahan Mongolia, pesan dan surat dari para pemberontak tidak mungkin disebarkan begitu saja.
Akhirnya seorang aktivis bernama Chu Yuen Chang dan Liu Po wen memperkenalkan sejenis makanan yang disebut kue bulan. Ia mengatakan dengan memakan kue bulan saat festival kue bulan akan menjaga mereka dari penyakit dan segera terbebas dari krisis. Liu berpakaian sepeti pendeta Tao, ia membawa dan membagikan kue bulan tersebut kepada penduduk kota. Saat festival kue bulan tiba, rakyat memakan kue bulan tersebut dan mereka menemukan secarik kertas dalam kue yang bertuliskan “ habisi orang – orang Mongolia pada tanggal 15 pada bulan depan”. Sebagai hasilnya rakyat kemudian bangkit berevolusi melawan pemerintahan Mongolia dan mereka berhasil. Sejak saat itu kue bulan menjadi salah satu makanan tradisional saat terang bulan.

4. Petani miskin yang baik hati
Zaman dahulu kala hiduplah seorang petani yang miskin, baik hati dan pekerja keras. Karena kebaikan hatinya itu menyebabkan seorang dewi dari bulan jatuh hati padanya. Akhirnya sang dewi pun turun ke bumi, dan pada saat malam tiba, sang dewi diam – diam menyiapkan makanan buat petani tersebut. Sebelum pagi menjelang sang dewi akan pulang ke bulan untuk menjalani hidupnya seperti biasanya sebagai putri bulan.
Keesokan paginya, betapa terkejutnya petani itu melihat makanan yang telah tersedia. Hal ini berlangsung selama berkali – kali, akhirnya dengan rasa penasaran si petani itu pada malam itu ia tidak tidur. Betapa terkejutnya dia melihat bahwa sorang perempuan yang telah membantunya selama ini.
Akhirnya mereka berkenalan dan menjadi sepasang suami istri, dan dewi bulan itu menetap di bumi. Pada suatu hari ratu bulan yang tidak lain adalah orang tua sang dewi, memerintahkan sang dewi untuk kembali kebulan. Dengan berat hati sang dewi itu pergi kebulan meninggalkan petani tersebut, sang dewi berjanji kepada petani itu untuk kembali lagi kebumi. Dengan berat hati si petani tersebut melepaskan kepergian istrinya tersebut.
Hari berganti hari, sang istri tak kunjung pulang kebumi, sampai pada suatu hari sang petani pun menjadi tua dan meninggal. Betapa terkejutnya sang dewi melihat suaminya meninggal, dengan kesedihan yang mendalam sang dewi berjalan tidak tentu arah tanpa tujuan. Dalam perjalanannya itu sang dewi bertemu dengan seekor kelinci, kelinci itulah yang menemani sang dewi selama ia dibumi.
Ratu bulan sangat sedih melihat putrinya seperti itu, akhirnya ia memerintahan agar sang dewi untuk pulang kembali ke bulan. Bersama dengan kelincinya ia akhirnya kembali ke bulan. Sebagai salah satu temannya kelinci itu selalu menumbuk lumbung untuk membuat kue agar sang dewi bisa kembali bahagia. Meskipun sering memakan kue buatan kelincinya, sang dewi tetap merasa sedih.


By : Xin _ Tan

Festival Hantu atau Festival Para Roh / Ulambana (中元節: zhōng yuán jié)




Orang sering menyamakan antara sembayang rebutan dengan festival hantu. Festival hantu biasanya diperingatin setiap tanggal 15 dibulan ke – 7 (penanggalan lunar ). Festival hantu atau Ulambana ini merupakan kesempatan bagi para arwah dan roh – roh dineraka termasuk almarhum leluhur kita, untuk pergi ke dunia guna mendapatkan hiburan, mereka dibebas dari alam sengsara selama 1 bulan. Para arwah dan roh – roh dineraka dilepaskan bebas kedunia manusia pada tanggal 29 bulan 6 imlek dan kembali keneraka lagi pada tanggal 29 bulan 7 imlek. Sembayang rebutan akan dilaksanakan pada tanggal 15 bulan 7 imlek.

Festival Cheng Beng berbeda dengan festival hantu, perbedaan terletak pada, kalau festival Cheng Beng keturunan yang masih hidup memberikan penghormatan kepada nenek moyang mereka atau saudara yang telah meninggal. Sedangkan pada festival hantu para almarhum dipercaya untuk mengunjungi saudara mereka yang masih hidup.

Pada hari kelima belas alam surga, neraka dan dunia orang hidup akan terbuka. Orang Tionghua akan melakukan ritual untuk mengubah dan membebaskan penderitaan orang yang meninggal. Secara umum festival hantu adalah pemujaan leluhur, dimana kewajiban untuk berbakti kepada orang tua ataupun kakek nenek semasa hidup maupun setelah mereka meninggal tetap harus dipertahankan.

Kegiatan selama bulan ini termasuk didalamnya menyiapkan makanan, sesaji, membakar dupa, serta barang – barang indah lainnya. Makanan yang rumit akan disajikan dengan kursi kosong untuk setiap orang yang sudah meninggal dalam keluarganya, almarhum akan diperlakukan seolah – oleh mereka masih hidup. Festival lainnya termasuk membeli dan melepaskan kertas miniatur perahu dan lentera di atas air, ini berarti memberikan arah yang telah hilang kepada para hantu dan roh – roh leluhur dan dewa – dewa lainya.

Ada juga sebagian orang yang membayar upeti kepada hantu dan roh yang kehilangan tempat tinggal, hal ini dilakukan agar para hantu dan roh tersebur tidak mengganggu kehidupan mereka dan membawa kemalangan dan nasib buruk.

Sebuah pesta besar diadakan untuk para hantu pada hari keempat belas bulan tujuh imlek, dimana mereka membawa makanan dan sesajian untuk menyenangkan para hantu dan untuk menangkal nasib buruk.

Dibeberapa Negara Asia Timur pada hari itu diadakan pertunjukan langsung seperti opera Cina atau drama dan semua orang diundang untuk hadir. Barisan pertama kursi selalu kosong, karena ini adalah tempat para hantu untuk duduk, dimana waktu pertunjukan selalu diadakan pada malam hari. Apabila ada orang yang tetap duduk di kursi paling depan yang seharusnya tempat duduk para hantu, maka menurut cerita orang tersebut akan mengalami kesusahan.



Asal Usul Festival Hantu / Ulambana

Suatu hari Kwan Im Po Sat pergi ke neraka dan melihat ternyata banyak makhluk yang menderita, oleh karena itu akhirnya Kwan Im Po Sat meminta kepada Thian untuk mengampuni mereka. Thian menolak untuk mengampuni mereka, mereka disiksa seperti itu karena buah dari karma mereka semasa hidup. Namun akhirnya Thian yang bermurah hati memberikan kesempatan selama satu bulan, tepatnya pada bulan 7, para arwah diberikan kesempatan untuk mendapatkan persembahan dari keluarganya.

Cerita lain yang beredar tentang ulambana salah satunya adalah mengenai seorang murid budha yang memiliki suatu kemampuan untuk melihat kehidupan orang yang sudah meninggal. Ia kemudian menggunakan kemampuannya untuk melihat bagaimana kehidupan orang tuanya setelah meninggal. Pertama kali ia melihat ayahnya di alam surgawi yaitu alam para dewa. Namun betapa terkejutnya ia melihat kondisi ibunya, yang terlahir kembali di alam yang lebih rendah. Ibunya terwujud sebagai seorang hantu kelaparan, dinamakan hantu kelaparan karena mereka tidak bisa makan karena sifatnya yang sangat tipis dan rapuh dimana tenggorokan mereka tidak dapat dilewati oleh makanan apapun. Namun mereka selalu lapar karena memiliki perut yang gemuk.

Ibunya terlahir sebagai hantu kelaparan karena semasa hidupnya dahulu ia sangat serakah. Sebagai seorang anak yang berbakti murid budha itu berdoa untuk ibunya agar ibunya bisa mendapatkan pengampunan dari Tuhan dan terlahir dalam wujud yang berbeda. Berkat bakti dari sang anak akhirnya ibu dari murid budha itu berhasil mendapatkan kehidupan yang lebih baik yaitu menjadi manusia.

Pantangan Selama Festival Hantu

1.Selama bulan 7 diusahakan untuk tidak pergi berenang, ada mitos yang mengatakan bahwa hantu yang jahat mungkin akan menyebabkan anda tenggelam di kolam renang.

2.Anak – anak dianjurkan untuk pulang lebih awal dan tidak berkeliaran sendirian di malam hari.

3.Tidak dianjurkan untuk menikah, memulai usaha, pindah rumah atau bahkan melakukan perjalanan pada bulan 7 imlek.

Asal Usul Hantu Kelaparan

Ada beberapa cerita tentang asal usal adanya hantu kelaparan :

1.Ada orang kaya yang menjual jus tebu. Suatu hari seorang biarawan datang kerumahnya meminta sedikit jus untuk mengobati penyakit. Pria itu menyuruh istrinya untuk memberikan jus tebu itu kepada biarawan. Akan tetapi sebelum memberikan jus tebu tersebut, si istri terlebih dahulu buang air kecil diatas mangkuk jus tebu tersebut. Biarawan tidak tertipu, ia mengetahui hal tersebut dan langsung menumpahkan jus tebu tersebut. Ketika istri pria tersebut meninggal ia dilahirkan kembali sebagai hantu kelaparan.

2.Ada seorang lelaki yang sangat baik, ia memiliki seorang istri yang sangat serakah. Suatu hari sewaktu hendak meninggalakn rumahnya ia berpapasan dengan seorang biksu yang datang kerumahnya. Lelaki itu memerintahkan istrinya untuk memberikan sedikit makanan kepada biksu itu. Setelah mengatakan hal itu lelaki itu pergi meninggalkan istri dan biksu itu dirumahnya. Karena keserakahan istrinya itu. Dia kemudian membawa biksu itu kesebuah ruang kosong dan menguncinya dan sepanjang hari biksu itu tidak diberikan barang sedikitpun makanan. Akhir cerita setelah istri itu meninggal ia dilahirkan kembali sebagai hantu kelaparan.

by xin_tan


The Hungry Ghost Festival

The Hungry Ghost Festival, sometimes called Half July, is the Chinese version of All Souls' Day, where the living appease ghosts with a huge feast, so they will not harm anyone. The holiday takes place on the 15th day of the 7th month of the lunar Chinese calendar. The Hungry Ghost Festival takes place in China, as well as Singapore and Malaysia. It is a very serious holiday that the Chinese do not disregard.

Origin of the Holiday


The Chinese believe that during this time of the year the gates of the underworld are opened, allowing ghosts to roam the earth. The ghosts are forgotten souls who are held in limbo in the underworld, so they are continually in a state of unrest. In order to appease these souls, the Chinese offer them a feast in their honor.

Appeasing the Ghosts

Makeshift altars are erected to the ghosts during this holiday with prayers to the ghosts. The altars have offerings, which are placed in public places such as along roadsides, in temples, and other various places. The altars are never erected close to homes, in hopes that the ghosts will not reek havoc on household members.

It is common to see joss sticks glowing in the markets on the streets and tables displaying cold food that are not cooked. These might include rice, fruits, as well as raw meat. In most cases when the holiday is over, the food is given to the poor to eat.

Some Chinese will burn money and fabric in order to provide the ghosts with their basic needs. Incense is burned throughout the night. The more incense the better. The ceremonial acts are quite simple, but are done to make sure the ghosts are kept happy enough to return to the underworld without wrecking homes.

Stage operas and musicals are performed in order to entertain the Hungry Ghosts. It is believed that you must keep the ghosts happy.
Superstition or Not

There are many superstitions that the Chinese believe during this holiday. It is considered unsafe to go swimming during the seventh lunar month. It is believed that a ghost can cause one to drown. Floating lanterns are dispersed on top of the waters at dusk to remember those who have died in the waters, as well as to give light to the underworld spirits. When the lanterns have been extinguished, people head home and hope that the spirits would journey to another realm.

Young children are advised to stay indoors on this day. It is believed that the ghosts might lure the children to the underworld to meet untimely death. Weddings are never held on this day. It is considered bad luck.


All Part of Ghost Month


The Hungry Ghost Festival happens around the same time as the Buddhist Ullambana, a festival of Deliverance. This festival, too, is dedicated to communication with the dead. As such, the seventh lunar month is considered Ghost Month in China. It is a somber month for the Chinese.

http://www.childbook.com/Hungry-Ghost-Festival-s/215.htm

Senin, 09 Agustus 2010

Adat & Tradisi: Apa dan Mengapa Seputar Imlek


Posted on Saturday, October 02 @ 13:26:59 PDT by xuan-tong
Adat Istiadat & Tradisi: Apa itu dewa dapur dan mengapa harus mengantarnya?

Dewa dapur itu adalah dewa kuno bahkan sejak dinasti Xia sudah ada penyembahan terhadapNya. Kitab klasik Li Ji sudah mencatat bahwa dewa dapur atau Zhao Jun itu adalah Zu Rong.

Kitab2 lainnya adalah kitab Zhuang Zi bab Da Sheng menulis “Zhao You Ji” dan dijelaskan secara spesifik oleh Sima Biao bahwa ” Ji itu adalah Zhao Shen (zhao Jun ) mengenakan jubah merah serta cantik”. Kitab Bao Pu Zi juga menjelaskan masalah Zhao Jun ini bahwa Zhao Jun mencatat perbuatan2 manusia.

Dewa dapur merupakan dewa utama dari 5 dewa rumah, dewa rumah itu adalah sbb: dewa sumur, dewa tiongcit, dewa pintu dan dewa kamar mandi. Dinasti Qing mengenal istilah 3 Zun dan 6 shen dimana 3 zun itu adalah Guan Yin dan 2 pengiringNya (Jin Tong Yu Nu) serta 5 dewa rumah, dimana dewa pintu itu ada 2(sepasang).

Kebiasaan membersihkan rumah pada tanggal 23 dan 24 itu adalah berasal dari legenda bahwa jaman dahulu itu manusia memiliki dewa yang disebut san shi shen yang mengikuti manusia bagaikan bayangan. Dewa ini adalah dewa yang reseh serta suka mengadu yang tidak2 kepada Yu Di. Lama kelamaan image manusia di mata Yu Di ini menjadi buruk. Suatu hari SanShi Shen ini mengadu kepada Yu Di bahwa manusia itu sukanya mengutuk Yu Di serta berencana melawan kekuasaan YuDi. Yu Di amat marah mendengar hal itu lantas membuat tanda sarang laba2 dirumah2 yang hendak dibantai. Dan memerintahkan Wang LingGuan utk membantai manusia pada tgl.30 dirumah2 yang ditandai dengan sarang
laba2 itu.

San ShiShen amat senang dan tidak pandang bulu semua rumah ditandai dengan sarang laba2. Zhao Jun mendengar hal ini amat sangat terkejut dan membuat suatu rencana bahwa pada tgl 23 hingga tgl 30 (hari menjemput Zhao Jun) semua rumah harus membersihkan dari segala macam kotoran dan semua rumah harus sudah bersih pada tgl.30. Jika tidak bersih pada tgl. 30 Zhao Jun tidak akan mau datang kerumah itu.
Hal ini dilaksanakan oleh semua manusia dan ketika tgl.30 Wang Ling Guan datang utk memeriksa amat terkejut melihat semua rumah bersih dan org2 bersembayang kepada para leluhur serta meminta perlindungan utk tahun depan, semoga tahun yang baru membawa harapan yang baru (Xin Nian Ru Yi).

Wang Ling Guan melaporkan hal ini kepada Yu Di, membuat Yu Di marah besar dan memeriksa San Shi Shen serta menggampar mulutnya sebanyak 300 kali dan menghukumnya di penjara langit selama2nya.

Kebiasaan membersihkan rumah ini menurut catatan kitab kuno Lu Si Cun Qiu sudah ada sejak jaman pemerintahan Yao dan Sun.

Kisah2 Zhao Jun mencatat perbuatan manusia juga sudah ada sejak lama.
Pada masa dinasti Ming dan Song kebiasaan mengantar Zhao Jun itu selalu disertai arak dan mengoleskan arak diseluruh rupang atau tulisan /papan dewa Zhao Jun. Dengan harapan Zhao Jun mabok dan tidak bisa melaporkan hal2 buruk manusia dengan baik.
Pada masa dinasti Ming dan Qing itu kebiasaan berubah menjadi menorehkan madu dan mempersembahkan yang manis2 kepada Zhao Jun.

Bbrp kisah menarik diantara kisah-2-nya adalah:
- pada masa dinasti Ming diceritakan bahwa ada satu pelajar yang hendak memperkosa pembantunya tapi untunglah si pembantu berhasil meloloskan diri. Pada saat kejadian itu istri si pelajar bermimpi ada 2 org yang sedang bercakap2, yang satu adalah Zhao Jun dan satunya adalah pembantunnya (Zhao Jun ada 2 pembantu yaitu Shan Guan dan E Guan). Pembantunya berkata ,”Org seperti ini perlukah kita putuskan garis keturunan atau memotong umurnya?” Zhao Jun berkata ,”Jgn dahulu, lebih baik kita lihat saja apakah org tersebut bisa menyesal atau tidak.” Istri si pelajar kaget dan esoknya menceritakan mimpinya kepada suaminya.

Sang suami amat terkejut dan tidak menyangka perbuatan buruknya bisa dicatat oleh Zhao Jun. Seketika itu dirinya amat ketakutan dan insaf atas perbuatan buruknya, ia juga menikahkan pembantunnya dengan pasangan yang cocok. Sejak hari itu pula ia banyak berbuat baik dan berusaha menjauhi kejahatan.

Kemudian istrinya bermimpi lagi bertemu dengan Zhao Jun. Zhao Jun berkata, “Bersyukurlah suamimu tidak lagi melakukan perbuatan buruk serta banyak berbuat baik bahkan menikahkan pembantunya dengan pasangan yang cocok. Atas perbuatan baik ini Saya khusus melaporkan hal ini kepada Yu Di dan minta agar umur suamimu diiperpanjang.”

- Kitab dinasti Han mencatat pada masa pemerintahan Xuan Di ada org bernama Yin ZhiFang melihat penampakan Zhao Jun. Yin adalah org yang miskin tapi baik hati.
Ketika itu Yin amat sangat kaget dan sujud. Saat itu pula ia memotong anjing peliharaannya untuk dipersembahkan pada Zhao Jun. Zhao Jun amat terharu dan memberi rejeki kepada Yin ZhiFang sehingga Yin menjadi org yang kaya raya tapi tetap baik hati dan rajin beramal serta rendah hati.

- Pada masa dinasti Qing upacara pengantaran Zhao Jun ke surga sudah amat umum bahkan cenderung berlebihan dan berbau menyogok Zhao Jun agar menceritakan hal2 yang baik saja. Zhao Jun diceritakan amat marah kepada satu keluarga yang berkelahi melulu, tidak akur sesama saudara, berlaku kejahatan, menyebar gosip2 yang tidak benar serta tidak mau berbuat baik, hobbynya menyogok para dewa.

Zhao Jun diceritakan menampakkan diri dan mengatakan, “Tidak perduli seberapa besar persembahanmu kepadaKu, tidak perduli berapa banyak hartamu, tidak perduli seberapa tinggi kedudukanmu. Hal2 itu tidak akan menggoyahkan diriKu utk mengatakan hal2 sebenarnya. Perbuatan2 baik dan menghindari perbuatan2 buruk itulah persembahan utkku. Jika kalian bisa berubah pada hari penyambutan diriKu , maka AKU akan
melindungi keluarga kalian.”

Dari cerita2 diatas, bisa kita ambil hikmahnya bahwa upacara pengantaran Zhao Jun pada tgl 23-24 itu adalah upacara intropeksi diri kita dan pada tgl.30 upacara penyambutan Zhao Jun adalah upacara bagi diri kita agar bisa berbuat baik lebih banyak lagi. Persembahan sederhana tapi tulus lebih berharga daripada persembahan
mewah.

Membersihkan rumah, mencat dan memperbaiki rumah selama 6 hari adalah hal yang dapat dikatakan kita juga merawat rumah yang telah kita diami selama setahun itu.

Chinese Valentine Day


14 Februari adalah hari Valentine Barat yang diperingati luas di dunia. Namun sebenarnya orang Tionghoa juga punya hari valentine sendiri. Chinese Valentine memang masih lama, namun menyambut hari Valentine 14 Februari, saya turunkan juga tulisan tentang Chinese Valentine yang populer di kalangan Tionghoa di seluruh dunia.

Chinese Valentine disebut “Qi Shi“, yang artinya malam ketujuh di bulan tujuh penanggalan Imlek. Jadi Chinese Valentine jatuh pada tanggal 7 bulan 7 penanggalan Imlek. Asal usul perayaan hari kasih sayang ala Chinese ini berasal dari sebuah legenda yang diceritakan turun temurun.

Dikisahkan pada zaman dulu (juga tertulis di beberapa buku sejarah kuno Tiongkok), pada tanggal 7 bulan 7 penanggalan Imlek, bintang Altair (Niu Lang Sing, Bintang Penggembala) yang terpisah dengan bintang Vega (Ce Nu Sing, Bintang Wanita Penenun) akan melewati Milky Way dan bertemu setahun sekali.

Legenda yang kemudian populer selama ribuan tahun menceritakan bahwa wanita penenun adalah anak dari Raja Dewa Yu Huang di kerajaan langit. Ia terkenal akan kepintaran dan kecantikannya. Setelah remaja, tentu saja seperti gadis remaja lainnya, ia ingin mencari pasangan hidup yang baik. Waktu yang bersamaan, di bumi ada seorang penggembala. Setelah orang tuanya meninggal, ia kemudian selalu disiksa dan dikucilkan saudara2nya dan dalam pembagian harta sang orang tua, ia cuma diberikan seekor kerbau yang selalu digembalakannya sedangkan saudara2nya mendapatkan sawah dan rumah orang tuanya.

Penggembala sangat menyayangi sang kerbau, ia selalu menganggap kerbau sebagai keluarganya dan menceritakan segala keluh kesahnya. Suatu hari, sang kerbau memanggil namanya dan memintanya untuk ke pinggir sungai karena akan ada beberapa gadis yang sedang mencuci baju besok. Sang kerbau menyuruhnya mengambil baju berwarna ungu dan gadis pemiliknya akan ditakdirkan menjadi istrinya.

Keesokan harinya, penggembala melaksanakan perintah sang kerbau dan ia kemudian bertemu dengan sang penenun yang merupakan pemilik baju ungu tersebut. Mereka kemudian saling menyukai dan memutuskan untuk menikah dan hidup bahagia. Namun peristiwa tadi diketahui oleh Ratu di kerajaan langit dan segera menyuruh penenun untuk pulang ke kerajaan langit. Penggembala kemudian mengejar penenun, namun Ratu mencabut konde emasnya dan melemparkannya di antara mereka. Konde kemudian berubah menjadi sungai perak yang dikenal sebagai galaksi Milky Way untuk memisahkan mereka selamanya.

Namun setelah melihat kesungguhan hati dan cinta mereka, Ratu kemudian memperbolehkan mereka untuk bertemu setahun sekali pada tanggal 7 bulan 7. Pada malam ini, burung magpie yang mengasihani mereka akan membuat jembatan di atas Milky Way supaya mereka dapat bertemu.

Memang seperti dongeng anak sebelum tidur dan juga banyak sekali versi yang ada di masyarakat. Legenda tinggal legenda, yang harus kita ambil adalah makna yang terkandung di dalamnya. Beruntunglah kita yang memiliki cinta dan kasih sayang di dekat kita dibandingkan dengan kisah cinta penggembala dan penenun yang cuma bisa bertemu setahun sekali. Cintai dan sayangilah pasangan hidup kita selagi kita bisa menyayanginya. Jangan cuma bisa merindukannya bila telah jauh berpisah.

Perayaan Chinese Valentine ini sangat populer di Taiwan, RRC, HK dan Macau, selain daripada Valentine 14 Februari. Perangko dan uang logam kenang2an juga telah dikeluarkan oleh pemerintah negara di atas. Namun, perayaan setahun sekali ini cuma sebuah perlambang. Bagi pasangan yang penuh dengan kasih sayang dalam kehidupannya, 365 hari dalam setahun adalah hari Valentine bagi mereka.

Bersama ini, saya ucapkan Selamat Hari Valentine, Ching Ren Jie Khuai Le.

PS. Chinese Valentine tahun ini jatuh pada tanggal 22 Agustus 2004.

Rinto Jiang
Disarikan dari berbagai sumber

Notes dari Sklaras:
Berlainan dengan perayaan hari Valentine di dunia barat yang bermakna agamis. perayaan Chinese valentine maknanya sangat romantis dan puitis. cobalah simak sebuah Syair yang ditulis penyair dari dinasti Song, yang menggambarkan legenda putri penenun dan putra gembala.

TITIAN JALAK
Qin Guan ( 1049–1100 ; Song )

Awan lembut mengolak lukisan,
bintang terbang menebar penyesalan,
samar melintasi Bima Sakti yang tanpa tepian.
Satu kali bersua dalam angin emas embun perak,
telah melebihi berulang berjumpa di dunia insan!

Cinta yang lembut selaksana air,
hari yang bahagia bagaikan mimpi,
tak kuasa menengok jalan kembali lewat titian jalak!
Apabila cinta di kedua hati adalah kekal abadi,
masihkan kehadiran dihitung setiap senja setiap pagi?

Sabtu, 17 Juli 2010

Asal Mula Perayaan Tahun Baru Imlek


Ada sebuah legenda kuno yang mengisahkan asal usul tradisi perayaan Imlek di Tiongkok, begini ceritanya :

Dahulu kala ada seekor monster jahat yang memiliki kepala panjang dan tanduk yang tajam. Monster yang bernama nian ini sangat ganas, dia berdiam didasar lautan, namun setiap tahun baru dia muncul kedarat untuk menyerang penduduk desa dan menelan hewan ternak. Oleh karena itu setiap menjelang tahun baru, seluruh penduduk desa selalu bersembunyi dibalik pegunungan untuk menghindari serangan monster nian ini.


Pada suatu hari saat menjelang pergantian tahun, semua penduduk desa sedang sibuk mengemasi barang-barang mereka untuk mengungsi ke pegunungan, datanglah seorang lelaki tua berambut abu-abu ke desa itu. Dia memohon ijin menginap semalam pada seorang wanita tua dan meyakinkannya bahwa dia dapat mengusir pergi monster nian ini. Tak ada satupun yang mempercayainya. Wanita tua ini memperingatkan dia untuk ikut bersembunyi bersama penduduk desa lainnya, tetapi lelaki tua ini bersikukuh menolaknya. Akhirnya penduduk desa meninggalkan dia sendirian di desa itu.


Ketika monster nian mendatangi desa ini untuk membuat kekacauan, tiba-tiba dia dikejutkan suara ledakan petasan. Nian menjadi sangat ketakutan melihat warna merah, kobaran api dan mendengar suara petasan itu. Pada saat bersamaan pintu rumah terbuka lebar lalu muncullah lelaki tua itu dengan mengenakan baju berwarna merah sambil tertawa keras. Nian terkejut dan menjadi pucat pasi, dan segera angkat kaki dari tempat itu.


Hari berikutnya, penduduk desa pulang dari tempat persembunyiannya, mereka terkejut melihat seluruh desa utuh dan aman. Sesaat mereka baru menyadari atas peristiwa yang terjadi. Lelaki tua itu sebenarnya adalah Dewata yang datang untuk menolong penduduk desa mengusir monster nian ini. Mereka juga menemukan 3 peralatan yang digunakan lelaki tua itu untuk mengusir nian. Mulai dari itu, setiap perayaan Tahun Baru Imlek mereka memasang kain merah, menyalakan petasan dan menyalakan lentera sepanjang malam, menunggu datangnya Tahun Baru. Adat istiadat ini akhirnya menyebar luar dan menjadi sebuah perayaan tradisional orang Tionghoa yang megah dalam menyambut “berlalunya nian” (dalam bahasa Tionghoa, nian berarti tahun)


Orang Tionghoa selalu mengkaitkan periode waktu dari hari ke 23 hingga ke 30 dalam 12 belas bulan tahun lunar tepat sebelum Hari Raya Imlek sebagai “nian kecil”.


Setiap keluarga Tionghoa diharuskan membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka untuk menyambut datangnya tahun baru. Disamping membersihkan lingkungan sekitar, setiap keluarga Tionghoa membuat berbagai hidangan menyambut Imlek yang terbuat dari daging ayam, bebek, ikan dan sapi / babi, serta manisan dan buah-buahan. Tak ketinggalan pula para orang tua membelikan baju baru untuk anak-anaknya dan mempersiapkan bingkisan angpao saat mengunjungi kerabat dan keluarga.


Ketika malam Tahun Baru tiba, seluruh keluarga berkumpul bersama. Di wilayah utara Tiongkok, setiap keluarga memiliki tradisi makan kue bola apel, yang dalam bahasa Tionghoa-nya disebut Jiao, pelafalannya sama dengan kata bersama dalam bahasa Tionghoa, sehingga kue bola apel sebagai symbol kebersamaan dan kebahagiaan keluarga. Selain itu jiao juga bermakna datangnya tahun baru. Diwilayah selatan Tiongkok, masyarakatnya suka sekali memakan kue manisan Tahun Baru (yang terbuat dari tepung beras lengket), yang melambangkan manisnya kehidupan dan membuat kemajuan dalam Tahun Baru ini (dalam bahasa Tionghoa kata “kue” dan “membuat kemajuan” memiliki pelafalan yang sama dengan kata gao) Menjelang jam 12 malam, setiap keluarga akan menyalakan petasan.


Hari pertama Tahun Baru Imlek, orang Tionghoa menggunakan baju baru dan mengucapkan selamat kepada orang yang lebih tua. Anak-anak yang mengucapkan tahun baru kepada yang lebih tua, akan mendapatkan angpao uang. Sedangkan pada hari kedua dan ketiga, mereka saling mengunjungi teman dan kerabat dekatnya.


Selama masa perayaan Tahun Baru Imlek, pada umumnya jalan-jalan diarea perdagangan penuh sesak dengan keluarga Tionghoa yang berbelanja untuk keperluan Imlek. Dibeberapa tempat diluar negeri biasanya diadakan berbagai acara hiburan menyambut Imlek seperti pertunjukkan Barongsai dan Naga, pasar bunga dan pameran klenteng.


Setelah hari ke 15 bulan pertama dalam kalender Lunar, adalah waktu diadakannya Festival Lentera, yang menandakan berakhirnya perayaan Tahun Baru Imlek

Cing Bing : Budaya Tradisional Hormati Arwah Leluhur


Konon, hari raya Cing Bing atau Qing Ming (清 明節, baca: ching ming = cerah dan cemerlang) pada awalnya adalah ritual “pembersihan makam” oleh para kaisar, raja dan petinggi negara lainnya pada zaman dahulu kala, kemudian ditiru oleh rakyat kebanyakan dengan memberi persembahan kepada leluhur dan membersihkan/merawat makam pada hari yang sama, diteruskan turun temurun sehingga menjadi semacam adat istiadat yang baku bagi suku bangsa Tionghoa.

Menurut hasil survei pada hari Cing Bing yang jatuh pada 5 April setiap tahun, peziarah di Tiongkok kali ini diduga melebihi 120 juta orang.

Bagi orang Tionghoa yang memiliki tradisi setia, berbakti, murah hati dan keakraban, hari raya Cing Bing adalah merawat, membersihkan makam untuk mengenang para leluhur.

Sedangkan bagi etnis Tionghoa yang berada di luar Tiongkok, setiap pada hari tersebut, kerinduan terhadap kampung halaman akan terasa lebih kental, jadilah perayaan Cing Bing sebagai tradisi orang Tionghoa untuk menelusuri dan mengenang suasana “kebudayaan leluhur”, di dalam kehangatan keluarga dan kerabat, menunaikan pengembalian identitas asal dan meneruskan akar nadi.

Dalam masyarakat Tiongkok, diantara perayaan-perayaan tradisional yang ada, hari raya Cing Bing merupakan salah satu dari “8 perayaan” penting (antara lain: Imlek, Pek Cun yang terkenal dengan kue bakcang, Tiongjiu yang terkenal dengan kue Tiong Jiu Pia, dan lain-lain). Pada umumnya ditentukan pada 5 April tahun masehi, tetapi masa perayaannya cukup panjang, terdapat 2 macam ketentuan yakni 10 hari sebelum dan 8 hari sesudah atau 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah, jumlah hari yang hampir 20 hari lamanya tersebut termasuk hari Cing Bing.
Asal mula

Hari Cing Bing bermuasal dari zaman Chun Qiu Zhan Guo (Musim semi-gugur dan negara saling berperang, abad 11–3 SM), adalah salah satu hari perayaan tradisional suku Han (suku mayoritas di Tiongkok), sebagai salah satu dari 24 Jie Qi (sistem kalender Tiongkok), waktunya jatuh antara sebelum dan sesudah 5 April Masehi.

Sesudah hari Cing Bing, di Tiongkok semakin banyak hujan, bumi dipenuhi dengan panorama kecemerlangan musim semi. Pada saat itu semua makhluk hidup “melepaskan yang lama dan memperoleh yang baru”, tak peduli apakah itu tanaman di dalam bumi raya, atau tubuh manusia yang hidup berdampingan secara alamiah, semuanya pada saat itu menukar pencemaran yang diperoleh pada musim dingin/salju untuk menyambut suasana musim semi dan merealisasi perubahan dari Yin (unsur negatif) ke Yang (unsur positif).

Konon, sesudah Yu agung (大禹, raja pada zaman Tiongkok kuno, abad ke-22 SM) menaklukkan sungai, maka orang-orang menggunakan kosa kata Qing Ming (di Indonesia terkenal dengan Cing Bing) untuk merayakan bencana air bah yang telah berhasil dijinakkan dan kondisi negara yang aman tenteram.

Pada saat itu musim semi nan hangat bunga bermekaran, seluruh makhluk hidup bangkit, langit cerah bumi cemerlang, adalah musim yang baik untuk berkelana menginjak rerumputan (Ta Qing). Kebiasaan tersebut telah dimulai sejak dinasti Tang (618-907).

Saat Ta Qing, orang-orang selain dapat menikmati panorama indah musim semi, juga sering dilangsungkan beraneka kegiatan hiburan untuk menambah gairah kehidupan.

Hari raya Cing Bing adalah musim berziarah ke makam, sebetulnya membersihkan makam adalah makna dari hari festival makanan dingin (寒食節) yakni 1 hari sebelum Cing Bing.

Kaisar Tang Xuanzong memerintahkan seluruh negeri agar “berziarah pada hari festival makanan dingin”. Berhubung festival makanan dingin berdempetan dengan Cing Bing maka lambat laun digabung dan terwariskan menjadi pembersihan makam pada Hari Cing Bing saja.

Pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan Qing/Mancu (1616-1911) Cing Bing berziarah ke makam semakin populer. Berziarah ke makam pada zaman dahulu, anak-anak seringkali bermain layang-layang. Ada yang memasangi seruling bambu pada badan layang-layang, yang berbunyi tatkala angin (Feng, 風) berhembus melaluinya, bagaikan bunyi alat musik zaman kuno yang disebut Zheng (箏), konon demikianlah asal usul nama layang-layang, dalam bahasa mandarin ialah: Feng Zheng (風箏, harfiah: Zheng yang dibunyikan oleh angin)
Adat dan istiadat

Adat istiadat hari raya Cing Bing sangat kaya dan menyenangkan, selain menganjurkan pati geni (tidak memasak/ menyalakan api), berziarah, juga ada serangkaian kegiatan seperti berkelana, berayun, sepak bola, menancapkan ranting pohon Willow dan lain-lain.

Konon ini dikarenakan pada hari Cing Bing tidak boleh memasak dan harus mengonsumi makanan dingin, maka untuk mencegah timbulnya dampak pada kesehatan, semua orang mengikuti sejumlah kegiatan di luar ruangan agar tetap fit. Oleh karena itu, di dalam acara tersebut selain bersembahyang di makam baru, dengan suasana haru dan penuh duka, pada kegiatan menginjak rumput/ berkelana juga terdapat suara tertawa riang, ini adalah sebuah acara yang penuh keunikan.

Bermain ayunan Qiu Qian (鞦韆): ini adalah adat kebiasaan hari Cing Bing zaman kuno. Sejarahnya panjang, ayunan pada zaman dulu kebanyakan menggunakan dahan sebagai rangka kemudian ditambatkan selendang atau tali. Akhir-nya berkembang menjadi 2 utas tali ditambah papan kayu sebagai pijakan kaki yang dipasang pada rangka balok kayu yang hingga kini digemari, terutama oleh anak-anak seluruh dunia.

Cu Ju (蹴鞠, sepak bola kuno): Ju adalah semacam bola yang terbuat dari kulit, di dalam bola tersebut diisi bulu hingga padat. Cu Ju menggunakan kaki untuk menyepak bola. Ini adalah semacam permainan yang digemari oleh orang-orang pada saat Cing Bing pada zaman kuno. Konon ditemukan oleh Huang Di (kaisar Kuning), pada awalnya bertujuan untuk melatih kebugaran para serdadu.

Menanam pohon: sebelum dan sesudah Cing Bing, matahari musim semi menyinari, hujan rintik musim semi betebaran, menanam tunas pohon berpeluang hidup tinggi dan dapat tumbuh dengan cepat. Maka, semenjak zaman kuno, di Tiongkok terdapat kebiasaan menanam pohon di kala Cing Bing. Ada orang menyebut hari Cing Bing sebagai “hari raya penanaman pohon”. Kebiasaan ini berlangsung hingga hari ini.

Bermain Layang-layang: juga merupakan kegiatan yang populer di saat musim Cing Bing. Setiap musim Cing Bing, selain pagi hari, orang-orangpun bermain layang pada malam hari. Pada kegelapan malam, di bawah layang-layang atau pada posisi benang-tarik digantungi serentetan lampion kecil, seperti selebritis yang cemerlang, disebut “Lampu dewata”.

Dahulu, ada orang setelah layang-layang berkibar di langit biru, memutus talinya, mengandalkan angin mengantarnya ke tempat nan jauh, konon ini bisa menghapus penyakit dan melenyapkan bencana serta mendatangkan nasib baik bagi diri sendiri.

Merawat atau membersihkan makam: Merawat makam di hari Cing Bing, dikatakan sebagai suatu tindakan untuk menghormat dan mengenang para leluhur. Kebiasaan membersihkan makam sudah ada sebelum dinasti Qin (221-206 SM), tetapi tidak harus dilangsungkan pada hari Cing Bing, berziarah membersihkan makam saat Cing Bing adalah masalah setelah Dinasti Qin. Dan sesampainya Dinasti Tang kebiasaan baru mulai menjadi populer.

Menancapkan pohon Willow: konon, kebiasaan menancapkan dahan willow (pohon Yangliu), juga demi memperingati Shen Nong Shi, yang dianggap sebagai guru leluhur pertanian dan pengobatan. Di sebagian tempat, orang-orang menancapkan dahan willow di bawah teritisan rumah, untuk meramalkan cuaca. Sesuai pameo kuno “Kalau dahan willow hijau, hujan rintik-rintik; kalau dahan willow kering, cuaca cerah”. Willow memiliki daya hidup sangat kuat, dahannya cukup ditancapkan langsung hidup, setiap tahun menancapkan dahan willow, dimana-mana rimbun.
Etnis Tionghoa rayakan Cing Bing

Semakin jauh dari tanah leluhur, perasaan sentimental dan nostalgia sepertinya semakin mendalam saja, di pelosok dunia dimana ditemukan orang etnik Tionghoa, setiap Cing Bing tahunan, pasti mereka mengikuti adat istiadat, menerawang negeri leluhur dari lokasi kejauhan dan mengirimkan kerinduan dari jauh melalui perayaan. Hari Cing Bing menjadi salah satu hari perayaan paling ramai dari tiga hari raya besar (tahun baru imlek, Cing Bing dan hari Tiongjiu) di wilayah pecinan.
Etnis Tionghoa di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan penduduk etnis Tionghoa terbanyak di dunia, terdapat sekitar 15 juta orang yang hidup di sini yang selalu meneruskan adat pembersihan makam dan bersembahyang kepada leluhur pada hari Cing Bing.

Di dalam nilai kehidupan masyarakat Tionghoa, berbakti (Xiao, 孝), ditempatkan pada urutan pertama, sedangkan pembersihan makam dan sembahyang leluhur juga adalah semacam perwujudan jalan Xiao (berbakti kepada orang tua atau leluhur).

Tatkala pada 1999 Indonesia memasuki era reformasi demokrasi, pemerintah telah menghapus larangan yang bersifat diskriminatif dan membatasi etnis Tionghoa merayakan hari kebudayaan tradisional, maka orang Tionghoa di seluruh pelosok menggunakan berbagai cara untuk melewati hari raya Imlek, Yuan Xiao (15 hari sesudah tahun baru Imlek, yang biasanya dimeriahkan dengan hidangan lontong cap go meh) dan Cing Bing, pada generasi yang lebih tua mereka akan lebih mengutamakan Cing Bing.

Sebelumnya, etnis Tionghoa kebanyakan menyembah arwah leluhur di altar rumah, belakangan ini setiap nama marga memiliki kantor perkumpulan sendiri, maka para kerabat setelah berkumpul dan melakukan persembahan kepada leluhur lantas makan siang bersama, untuk mengakrabkan hubungan satu sama lain.

Ada pula yang menggunakan peluang ini untuk memberi bea siswa kepada kerabat muda yang berprestasi bagus, hal ini mewujudkan tradisi prima kaum etnis Tionghoa yang menghargai jasa para leluhur dan mau memberi semangat generasi muda agar giat belajar.

Pada masa Cing Bing, di beberapa tempat diadakan reuni sekolah dan kegiatan lainnya, dengan tujuan untuk memperdalam persahabatan. Lebih banyak lagi etnis Tionghoa yang berziarah secara sekeluarga ke makam leluhur, atau ke kuil menyulut dupa dan memohon rezeki.

Beberapa tahun belakangan ini, dalam situasi orang Tionghoa boleh menikmati dengan bebas perayaan kebudayaan dan “demam belajar bahasa Mandarin”, generasi baru orang Tionghoa di Indonesia mulai menghargai kebudayaan Tionghoa. (The Epoch Times/whs)