欢迎..............欢迎..............欢迎


Rabu, 14 Juli 2010

Biarkan Anak Menanggung Akibat Perbuatannya

Orang tua zaman sekarang sering melakukan kesalahan, yakni berkorban demi anak. Dimana pelayanannya terlalu berlebihan, menanggung beban terlalu banyak, menanggung sendiri semua kesalahan yang dilakukan oleh si anak.

Kasarnya, orang tua berperan sebagai pembersih pantat anaknya. Perbuatan yang demikian akan membuat anak tidak tahu bahwa mereka seharusnya menanggung akibat dari perbuatannya sendiri.

Pada akhirnya, terbentuklah sifat keras kepala dan berbuat semaunya pada anak. Benak mereka seolah tertanam sebuah ungkapan, 'Pokoknya biar langit runtuh, ada orang tuaku yang lebih tinggi daripada aku yang menyangganya.' Mereka selalu akan membereskan kesalahan apapun yang aku lakukan.

Cara  mendidik anak yang demikian secara otomatis akan membuat anak menjadi keras kepala, berbuat sewenang-wenang, tidak tahu berbalas budi, dan menjadi seorang anak yang tidak bertanggung jawab.

Ada sebuah pepatah yang sering diucapkan dibibir. “Orang tua yang terlalu bertanggungjawab, akan sangat mudah membentuk seorang anak yang tidak bertanggungjawab,” demikianlah maknanya.

Orang tua masa kini terlalu banyak memikirkan masalah anak. Contoh membangunkan anak di pagi hari supaya tidak terlambat masuk sekolah, memperingatkan anak untuk makan pagi agar tubuh menjadi sehat, mengajari anak berpakaian apa supaya tidak kedinginan atau kepanasan, meminta anak sikat gigi agar gigi tidak tampak kuning, supaya tidak diejek, dan sebagainya.

Cara semacam ini yang memperhatikan semua kebutuhan anak, akan membuat anak merasa sudah tidak usah repot-repot memikirkan rencana hidup bagi dirinya sendiri, secara otomatis akan membentuk seorang “anak yang tidak bertanggung jawab”. 

Dibicarakan dari satu sudut pandang lain, bila orang tua selalu memperingati anak jalan harus hati-hati ada lobang atau gundukan lantai, maka anak tersebut tidak akan pernah ada pengalaman terjatuh. Otomatis tidak mendapatkan pelajaran, bisa dibayangkan: anak tersebut saat berjalan selamanya juga pasti tidak akan memperhatikan bahwa di lantai ada lobang.

Cara yang tepat mendidik anak adalah membiarkan anak secara bertahap belajar memikul tanggung jawab diri sendiri. Sebagai contoh, meletakkan mainan kembali pada tempatnya, meletakkan pakaian kotor kedalam keranjang cucian dll, ini adalah hal yang dapat dilakukan oleh anak sebelum dia masuk sekolah.

Ketika anak sudah tumbuh hingga bisa membaca koran, seusai membaca koran harus dirapikan. Ini juga merupakan sebuah tanggung jawab. Untuk siswa ditahap awal SD, orang tua bisa memberinya sebuah jam alarm, biarkan dia sendiri berusaha untuk bangun pagi, jika anak masih belum bisa membaca angka, orang tua bisa membantunya mengatur waktu. Jika sudah bisa melihat jam, maka mengatur waktu bunyi alarm dan bangun pagi adalah tanggung jawab anak sendiri.

Persiapan sekolah setiap hari seperti alat tulis, botol minum juga merupakan tanggung jawab sendiri sebagai murid SD. Jika anak tidak dapat bertanggung jawab, maka akibat yang dia tanggung sepantasnya adalah hukuman yang dia terima..

Mendidik anak untuk bertanggung jawab ada dua cara. Pertama adalah “akibat yang terjadi secara alami." Kedua adalah “akibat yang sepatutnya terjadi.”

“Akibat yang terjadi secara alami” adalah bahwa setelah berbuat suatu hal, secara otomatis akan menghasilkan sebuah akibat yang berlanjut. Misalnya lupa membawa botol minum, tidak ada air minum, merasa haus, ini adalah konsekuensi alami yang berlanjut terjadi.

Sedangkan yang disebut “akibat yang sepatutnya terjadi” adalah sesuatu yang diatur secara logis oleh orang tua, konsekwensi ini mempunyai hubungan logika yang sepatutnya dengan hal yang terjadi. Kemudian sesuai ikatan yang ditentukan semula, melaksanakan konsekwensi yang sepatutnya.

Misalnya pakaian kotor jika ditaruh dalam keranjang cucian, ibu akan mencucinya. Jika tidak ditaruh dalam keranjang cucian, maka ibu tidak akan mencucinya. Anak yang harus mencuci sendiri. Penjelasannya adalah bagi anak yang masih kecil, mencuci pakaian merupakan tugas sang ibu, tetapi ibu hanya mencuci pakaian yang ada dalam keranjang cucian. Jadi meletakkan pakaian kotor kedalam keranjang cucian adalah tanggung jawab anak. Jika pakaian kotor tidak diletakkan dalam keranjang cucian, konsekwensi yang sepatutnya ialah anak harus mencucinya sendiri.

Contoh 1: perilaku anak yang lupa membawa botol minum.
Penanganan: Orang tua harus menolak mengantarkan botol minumnya, supaya anak merasa kehausan sebagai hukuman yang alami. (akibat yang terjadi secara alami)

Contoh 2: Perilaku anak yang tidak menaruh mainan kembali pada tempatnya.
Penanganan:  mainannya akan dibuang ke tempat sampah, dan menolak untuk membelikan mainan baru. (akibat yang sepatutnya terjadi)

Contoh 3: Perilaku yang tidak meletakkan Koran/majalah pada tempat yang ditentukan.
Penanganan: memberi peringatan tiga kali, bila masih tidak berubah, hentikan berlangganan koran/majalah selama sebulan. (akibat yang sepatutnya terjadi)

Contoh 4: Perilaku yang tidak menaruh pakaian kotor dalam keranjang cucian.
Penanganan: anak harus mencuci sendiri pakaiannya (akibat yang sepatutnya terjadi)

Contoh 5: Perilaku yang tidak mematuhi waktu mandi.
Penanganan: harus mencuci sendiri pakaiannya. (akibat yang sepatutnya terjadi)

Contoh 6: Perilaku: mahasiswa yang tidak naik kelas sehingga kuliah ulang
Penanganan: membayar sendiri uang sekolah ( akibat yang sepatutnya terjadi)

Contoh 7: Perilaku yang lupa membawa alat tulis ke sekolah.
Penanganan: biarkan anak mendapat hukuman oleh guru sekolah. (akibat yang sepatutnya terjadi)

Contoh 8: Perilaku yang mengulur-ulur jam makan, untuk satu kali makan menghabiskan waktu satu sampai dua jam, membuat ibu kesal.
Penanganan: melampaui waktu makan yang ditentukan, makanan akan diangkat dari meja makan dan tidak diperkenankan membeli makanan jajan. (akibat yang terjadi secara alami - menahan lapar). (Erabaru/akw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar