欢迎..............欢迎..............欢迎


Senin, 09 Agustus 2010

BARONGSAI : Ritual atau Hiburan?


Tak ada acara istimewa pada Imlek saat ini. Yang benar itu syukuran Imlek. Kami lebih bersyukur kepada Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan kepada kami, kata Ketua Masyarakat Agama Kong Hu Chu Indonesia (Makin) Surabaya, Bingky Irawan.

Menurutnya, tak ada hiburan yang bakal memarakkan Imlek karena yang dimaksud dengan Imlek sesungguhnya adalah Barongsai itu sendiri. “Telah terjadi salah paham bila Barongsai dianggap sebagai hiburan.” Menurut Bingky, Barongsai adalah bagian dari acara ritual yang dimaksudkan untuk membersihkan roh jahat.

Dalam legenda Tionghoa, Barongsai tergolong binatang gaib yang muncul setiap 500 tahun sekali. Binatang berkepala kijang dengan satu tanduk dan bersisik ular itu adalah perlambang munculnya pemimpin baru.

Pertunjukan Barongsai dan Liong Samsi konon pertama kali di Nusantara ketika menyambut kedatangan seorang duta dari negeri Cina. Namanya, Sam Pok Kong. Dia juga dikenal sebagai duta, jenderal panglima perang yang taat menjalankan syariat Islam. Meski seorang muslim, dia juga mempelajari kepercayaan Budha dan Tao.

Masyarakat pesisir di Jawa Tengah menyebut Sam Pok Kong sebagai Kiai Dampo Awang. Sedang warga Jepara memberi nama Laskar Jepara. Petilasan yang masih tersisa, jangkar kapal, masih tersimpan di museum Kartini Jepara. Jangkar satunya ada di Klenteng Gedong Batu Semarang. Sam Pok Kong sendiri meninggal di negeri asalnya sana, sepulang dari Jawa.

Barongsai sendiri, menurut sinolog UI AS Udin ada dua macam. Pertama, Barongsai dalam bentuk singa dan paling banyak dimainkan. Kedua, Barongsai bentuk naga (Liong Samsi) yang muncul pada upacara penobatan kaisar Tionghoa. Naga – binatang khayalan yang dimitoskan – menjadi lambang kebesaran kaisar Tionghoa.

Sedangkan singa, kata Udin, sebenarnya merupakan jelmaan dari anjing Tibet yang disebut shicu. Anjing kecil bergrmbos di bagian lehernya ini – bentuknya sedikit lebih besar dari kucing – selalu mengiringi para bhiksu Tibet dalam acara-acara keagamaan, terutama saat mereka bepergian jauh. Dalam perjalanan itu, apabila para bhiksu menghadapi rintangan shicu pun berubah bentuk menjadi singa.

Barongsai, menurut Sarwono Setiabudi (tokoh seni asal Salatiga), merupakan perpaduan dari berbagai binatang: moncong kuda, kepala kura-kura, tanduk rusa, mata kelinci, kuku garuda. Sedang bentuk ular bersisik ikan. Dan punggungnya bergigi seperti buaya. “Ini melambangkan persatuan, kebhinekatunggalikaan,” katanya.

Jumlah pemain Barongsai sedikitnya sembilan orang. Mereka meliuk-liuk, menari gerakan naga raksasa sepanjang 21 meter. Sedang Liong Samsi, hewan singa yang melambangkan “mutiara sakti”. Sosok hewan ini – dalam tampilannya menggambarkan perjuangan mengejar cita-cita yang tak pernah puas. Ini melambangkan keuletan hidup tanpa mengabaikan jiwa persatuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar