欢迎..............欢迎..............欢迎


Senin, 09 Agustus 2010

Adat Pernikahan




Sumber : Jelajah Vol 3 Tahun 1999

Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial, yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya. Tulisan ini membahas dua upacara adat yang cukup dominan dalam kehidupan yaitu tentang adat pernikahan dan adat kematian (editor: adat kematian ada di posting terpisah).

ADAT PERNIKAHAN
Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya; yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau.
Umumnya orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satu adat yang seharusnya mereka taati adalah keluarga yang satu marga (shee ) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan suku. Misalnya : marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain. Misalnya : pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek moyang).
Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, seperti Katolik namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing.

UPACARA-UPACARA YANG DILAKSANAKAN DALAM PERNIKAHAN
Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang Tionghoa yang mempunyai upacara-upacara antara lain:
A. Upacara menjelang pernikahan :
Upacara ini terdiri atas 5 tahapan yaitu :
* Melamar : Yang memegang peranan penting pada acara ini adalah mak comblang. Mak comblang biasanya dari pihak pria.
* Penentuan : Bila keahlian mak comblang berhasil, maka diadakan penentuan bilamana antaran/mas kawin boleh dilaksanakan.
* “Sangjit” / Antar Contoh Baju : Pada hari yang sudah ditentukan, pihak pria/keluarga pria dengan mak comblang dan kerabat dekat mengantar seperangkat lengkap pakaian mempelai pria dan mas kawin. Mas kawin dapat memperlihatkan gengsi, kaya atau miskinnya keluarga calon mempelai pria. Semua harus dibungkus dengan kertas merah dan warna emas. Selain itu juga dilengkapi dengan uang susu (ang pauw) dan 2 pasang lilin. Biasanya “ang pauw” diambil setengah dan sepasang lilin dikembalikan.
* Tunangan : Pada saat pertunangan ini, kedua keluarga saling memperkenalkan diri dengan panggilan masing-masing, seperti yang telah diuraikan pada Jelajah No. 3.
* Penentuan Hari Baik, Bulan Baik : Suku Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama.

B. Upacara pernikahan :
* 3 – 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan “memajang” keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Mereka membawa beberapa perangkat untuk meng-hias kamar pengantin. Hamparan sprei harus dilakukan oleh keluarga pria yang masih lengkap (hidup) dan bahagia. Di atas tempat tidur diletakkan mas kawin. Ada upacara makan-makan. Calon mempelai pria dilarang menemui calon mempelai wanita sampai hari H.
* Malam dimana esok akan diadakan upacara pernikahan, ada upacara “Liauw Tiaa”. Upacara ini biasanya dilakukan hanya untuk mengundang teman-teman calon kedua mempelai. Tetapi adakalanya diadakan pesta besar-besaran sampai jauh malam. Pesta ini diadakan di rumah mempelai wanita. Pada malam ini, calon mempelai boleh digoda sepuas-puasnya oleh teman-teman putrinya. Malam ini juga sering dipergunakan untuk kaum muda pria melihat-lihat calonnya (mencari pacar).

C. Upacara Sembahyang Tuhan (“Cio Tao”)
Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun, adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan. Upacara Cio Tao ini terdiri dari :
. Penghormatan kepada Tuhan
. Penghormatan kepada Alam
. Penghormatan kepada Leluhur
. Penghormatan kepada Orang tua
. Penghormatan kepada kedua mempelai.

Meja sembahyang berwarna merah 3 tingkat. Di bawahnya diberi 7 macam buah, a.l. Srikaya, lambang kekayaan.
Di bawah meja harus ada jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah ?2 meter dan di atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang semuanya itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.
Kedua mempelai memakai pakaian upacara kebesaran Cina yang disebut baju “Pao”. Mereka menuangkan teh sebagai tanda penghormatan dan memberikan kepada yang dihormati, sambil mengelilingi tampah dan berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan memberikan arti secara simbolik.

D. Ke Kelenteng
Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara penghormatan kepada Tuhan Allah dan para leluhur.

E. Penghormatan Orang tua dan Keluarga
Kembali ke rumah diadakan penghormatan kepada kedua orang tua, keluarga, kerabat dekat. Setiap penghormatan harus dibalas dengan “ang pauw” baik berupa uang maupun emas, permata. Penghormatan dapat lama, bersujud dan bangun. Dapat juga sebentar, dengan disambut oleh yang dihormati.

F. Upacara Pesta Pernikahan
Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan pakaian “ala barat”. Pesta pernikahan di hotel atau tempat lain.
Usai pesta, ada upacara pengenalan mempelai pria ( Kiangsay ). Mengundang kiangsay untuk makan malam, karena saat itu mempelai pria masih belum boleh menginap di rumah mempelai wanita.

G. Upacara sesudah pernikahan
Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari :
1. Cia Kiangsay
2. Cia Ce’em
Pada upacara menjamu mempelai pria (“Cia Kiangsay”) intinya adalah memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama.
Sedangkan “Cia Ce’em” di rumah mempelai pria, memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita.
Tujuh hari sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat Cina yang lebih sederhana.

PERUBAHAN YANG BIASA TERJADI PADA ADAT UPACARA PERNIKAHAN
* Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat, seperti: mengusir setan atau mahkluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Demikian juga dengan pemakaian sekapur sirih, dan lain-lain.
* Pengaruh agama, jelas terlihat perkembangannya. Sekalipun upacara Sembahyang Tuhan / Cio Tao telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Perubahan makin tampak jelas, upacara di Kelenteng diganti dengan di gereja.
* Pengaruh pengetahuan dan teknologi, dapat dilihat dari kepraktisan upacara. Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan di kota-kota besar yang telah dipengaruhi oleh teknologi canggih.

Sebagai suatu pranata adat yang tumbuh dan mempengaruhi tingkah laku masyarakat yang terlibat di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami masa transisi. Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat pernikahan tersebut melalui pergeseran motif baik ke arah positif maupun negatif dan konflik dalam keluarga.
Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut.

as posted by Rinto Jiang in Milis Budaya Tionghua
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/1160

—————————————————————————————————
Addition by Julie Lau

Lagi iseng ah, berhubung kemaren baru kondangan, jadi kepengen cerita cerita mengenai tata cara perkawinan adat tionghua. Ya nggak adat adat amat sih, soalnya disini sana banyak “penyesuaian” dan mix n match pake budaya barat, kecampur lagi sama budaya Jawa (setahu saya). Jadi terpikir bahwa budaya Tionghua di Indonesia sebetulnya adalah “budaya gado gado”. Di singapur sini yang gado gado gitu disebut “Peranakan” atau “Nonya”, satu istilah yang akrab di telinga, sebab Oma saya suka menyebut diri sebagai “Cina Peranakan” maksudnya adalah Keturunan yang lahir atau tumbuh dewasa di Indonesia, sudah tidak akrab dengan bahasa Mandarin, dan ciri khas satu lagi adalah koleksi kebayanya itu lhoh, hehehe. Yang disebut “kebaya encim” itu kali yah. Tapi belakangan koleksi kebaya si Oma udah tinggal jadi koleksi doang sebab Oma lebih suka pakai blus dan celana panjang yang lebih praktis.

Balik lagi ke tata cara perkawinan, hmmm enaknya mulai darimana yah. Dari alkisah deh….

COMBLANG
Alkisah, jaman dulu, jaman masih Siti nur buaya, dimana cowok dan cewek yang mau kawin masih dijodoh jodohin sama orangtua, peran “comblang” pengaruh banget. (Buat yang nonton MULAN versi Disney, pasti tahu khan yah, heheheh, film fave tuh). Eh jaman sekarang comblang masih ada lhoh, saya pernah dilirik ama comblang mau dijodohin, hiiiiiii, untuuuuung enggak jadi.
Jaman dulu kalau ada anak gadis yang sekiranya layak jadi menantu, pihak cowok langsung kirim comblang ke pihak ceweknya sambil kirim kirim bingkisan gitu. Nah kalo bingkisannya dari si nyonya anu diterima dengan baik dan benar berarti pihak cewek setuju, kalau dikembaliin berarti enggak setuju. Bagusnya cara begini, dua dua pihak ngga ada yang kehilangan muka merasa ditolak, katanyaaaa.
Jaman sekarang dimana anak udah bisa cari pacar sendiri, udah kaga pake comblang comblangan lagi deh. Anak sama anak tinggal omong omongan, begitu anak sama anak udah setuju mau nikahan tinggal bilang sama ortu. Kalau ortu enggak ada keberatan tinggal nentuin tanggal omong omongan. Ceritanya “diminta” secara resmi gitu sebelum acara lamaran.

SHIO, JAM, DAN TANGGAL LAHIR
Jaman dulu, dimana orang masih piara abu leluhur, begitu para ortu udah oke oke nih, comblang mintain jam dan tanggal lahir si cewek, otomatis ketauan shionya dan elemennya, apa kayu, api, air, logam, atau tanah. Tanggal ini terus ditaroh di meja sembahyang selama tiga hari. Dalam jangka waktu tiga hari ini kalau ada tanda tanda jelek, misalnya ortu sama ortu cekcok, atau mendadakan ada yang sakitan, lantas dicurigai tanggalnya “ciong” atau tidak cocok. langsung deh dibawa tuh tanggal ke tukang “kuamia” minta tolong dilihat antara si cowok dan si cewek ada jodoh ngga. Kalau tukang kuamia bilang boleh, baru calon besan ketemuan. kalau tukang kuamia bilang jangan, batal deh acara kawinan.
Jaman sekarang biasanya anak sama anak bilang mau kawin dulu, terus orangtua dateng ke tukang ngitung hari itu, biasanya pake buku “Tong su” itu minta dicariin tanggal yang bagus buat dua belah pihak. Enggak ada acara bilang “jangan” pokoknya mau kawin si A sama si B minta tanggal yang paling bagus. Nah masalahnya si tanggal ini suka suka susah keluarnya. Yaaa kalau yang susah gitu diambil yang paling mendingan aja, sama kayak kita pilih capres kali ya, yang mana yang dianggep mendingan aja deeeh.
Oh iya masalah tanggal ini, biasanya dikasih pilihan, tanggal ini hari minggu, lumayan bagus atau tanggal ini paling bagus, tapi jatuhnya hari kamis, atau tanggal itu… nah jadi dua keluarga bisa pilih pilih dan atur atur tanggal mana mau mengadakan pesta kawin.

LAMARAN/PINANGAN
Yang ini kayaknya adpatasi dari budaya Jawa, sebab yang saya tahu di Cina enggak ada acara lamaran langsung acara kirim tanda meminang, termasuk di dalamnya baju pengantin yang warna merah itu berikut tutup kepalanya yang beratnya lima kilo itu. Cuman di Indonesia ini orang Tionghua ada acara lamaran, pihak cewek diksaih tahu dulu hari apa jam berapa pihak cowok mau datang supaya bisa mempersiapkan, dimana pihak cowok datang bersama kerabat yang biasanya pintar diplomasi, bicara dengan kata kata kiasan mengutip puisi atau kalimat kalimat indah penuh arti. Wali pihak perempuan juga harus punya keahlian yang sama jadi di acara lamaran ini ada kayak berbalas pantun gitu sih.Selama acara berpantun pantun ini si cewek diumpetin di kamar ngga boleh keluar. Terus setelah acara berpantun ria selesai, si cewek dipanggil, dikasih tahu ini lhoh calon mertuamu, sekarang harus panggilnya Mama sama Papa, begitu. Dimana pihak cewek biasanya dikasih seperangkat perhiasan. Biasanya orangtua pihak cowok memasangkan perhiasan tersebut pada calon mantunya, istilahnya pengikat begitulah. Sebagai tanda bahwa si cewek ini sudah menjadi milik si cowok, dengan kata lain ngga boleh lirik lirik cowok cakep yang lain begitu. Dan cowok lain juga ngga boleh ganggu ganggu ini anak gadis yang sudah jadi milik orang. Hihihihik, jadi inget kalung dogi yang menandakan dogi ini ada yang punya bukan dogi liar, harap dikembalikan pada yang punya, hihihihi…..

ACARA TUKAR BAKI/SANGJIT
Sesudah lamaran, berikutnya pada hari bertuah, jam tertentu pihak cowok datang lagi ke rumah pihak cewek. Kali ini ortu cowo enggak ikut, cuman kirim perwakilan keluarga yang dituakan, plus segerombolan gadis gadis yang belum nikah. Tiap gadis bawa satu baki, jumlah baki plus pembawanya tergantung kemampuan si cowok, tapi yang penting disitu ada seperangkat pakaian cewek maksudnya kebutuhan sandang si cewek bakalan ditanggung sama pihak cowok, jangan kuatir. manisan dan permen supaya sepanjang perkawinannya manis terus, buah buahan supaya cepet berbuah kali, arak, teh, apalagi ya, seinget saya ada 8 atau 12 macam itu tapi apa aja lupa.
Pihak cewek harus mempersiapkan “penerima baki” jadi sebelum datang udah ketauan duluan berapa baki yang dibawa. Kalau pihak cewek memasrahkan anak perempuannya ke keluarga cowok, dilepas enggak akan ikut campur lagi, isi baki diambil semua. Tapi kalau orang tua cewek masih mau campur tangan atas keluarga penganten nih, isi baki dibagi dua separoh dikembalikan ke pihak cowok plus seperangkat baju cowok sebagai ganti baju cewek.
Saya nggak tau adaptasi darimana, tapi di acara sangjit ini biasanya pihak cowok memberikan “angpau” pada ibu dari cewek, katanya uang susu, ASI kali maksudnya. Pihak cewek mengembalikan dengan sepasang “angpau” pada pihak cowok tapi maksudnya apa ya saya ngga inget tuh.
Oh ya, sampai hari ini saya dan kerabat ada memperdebatkan, yang bawa baki harusnya gadis yang belum menikah atau justeru yang sudah menikah, belum ada kesepakatan, kalau ada yang tahu tolong jelaskan sama saya berikut latar belakang dan alasannya, trims.

ACARA KIRIM KOPER DAN PASANG SPREI
Istilahnya enggak tahu. Pokoknya pada hari yang bersangkutan ini pihak cewek mengirim wakil, biasanya perempuan yang sudah menikah, mapan dan punya anak laki laki untuk mendadani kamar pengantin. Otomatis pihak cowok sudah menyediakan si kamar pengantin berikut tanjangnya donk. Wakil dari pihak perempuan yang pasang spreinya, maksudnya biar anak cewek itu ketularan cepat punya anak laki laki gitu, seperti yang kita tahu anak laki laki buat keluarga tionghua khan penting untuk melanjutkan marga. Plus pihak cewek mengirimkan koper, tanda bahwa si anak gadis sudah “masuk” ke rumah itu atau ke keluarga cowok.
Acara koper koper lucu juga nih. Mula mula kopernya dialasi uang, uangnya makin gede makin bagus, supaya si anak gadis ini masuk ke keluarga cowok dengan bermodal gitu supaya jangan dipandang rendah oleh keluarga mertuanya kelak. Si uang ini bisa ditebarkan gitu aja, bisa juga disusun susun berbentuk kipas, jumlahnya harus genap dan komplit mulai dari pecahan terbesar (di indo seratus ribuan) sampai pecahan terkecil (limaratus rupiah apa seribu rupiah gitu). Terus di dalam koper ditebarkan “angco” atau red dates sama biji teratai. katanya si biji teratai itu bunyinya serupa sama tahun( lian = nian), biji serupa sama anak (ci =tze), dan red dates itu bunyinya serupa sama apa ya, pokoknya sebangsa buru buru atau cepet cepet atau pagi pagi gitu. Maksudnya biar cepetan punya anak gitu.
Isi koper biasanya baju baru, berapa banyak terserah, makin banyak makin mentereng. Tapi bawa kopernya harus 2 biji, sepasang, gedenya sih terserah.terus dalemnya komplit mulai baju dalem, sikat gigi, sabun, minyak wangi, alat make up, perhiasan, pokoknya segala keperluan cewek musti kumplit disitu supaya si cewek pindah nanti nggak usah minta apa yang enggak ada sama mertuanya. Terus isi koper ini sama perwakilan keluarga cewek dibongkar disaksikan sama kerabat pihak cowok, dipindah ke dalam lemari. Katanya makin komplit isi kopernya makin “dipandang” lah si menantu di keluarga suaminya. Di acara pasang sprei dan kirim koper ini si calon pengantin ngga boleh ikut. Pokoknya isi kamar pengantin bakalan jadi surprise.

http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/5448

————————————————
Addition by Lim Wiss
(as an answer to member’s question)
Saya tdk tahu ttg adat istiadat Tio Ciu ttp saya bisa bantu dlm pemberian info San Jit secara Khek

Acara Sanjit & bawa koper boleh hari bersamaan, asal tdk lebih dari jam 4 sore. Biasanya bisa tanya hari baik pada klenteng or vihara.
Barang untuk San Jit lebih baik didiskusikan oleh 2 belah pihak krn permintaan msg2 berbeda.
Secara keseluruhan hrs siapkan : (Pihak Pria)
1. Mie buat lambang panjang umur
2. Kue satu buat lambang kebahagiaan
3. Arak Merah buat lambang kebahagiaan = 2 botol
4. Apel buat lambang keselamatan
5. Jeruk buat lambang keberhasilan
6. Buah kelengkeng (boleh kalengan) buat lambang selamanya bersatu
7. Zhu Kiong ( kalengan daging babi) buat lambang hoki
8. Kain merah sepanjang 2,5 meter
9. Uang susu
10. Uang lamaran
11. Permen manis

Pihak wanita :
Item 1, 2, 4 – 7, 11 hrs dibagi dua dan dikembalikan
Item 3 dikembalikan berupa sirup merah
Item 8 diambil, dipasang pagi hari pada hari resepsi pernikahan
Item 9 wajib diambil
Item 10 diambil lembar pertama & lembar akhir sbg tanda ada awal & ada akhir

Jumlah item di atas harus ditanyakan ke pihak wanita. Ada yg suka angka 8 = hoki, or 9 = selamanya bersama or 10 = angka hidup
Terpenting semua makanan hrs manis sbg tanda kebahagiaan.
Org yg bawa barang San Jit hrs tanya pihak wanita. Ada yg mau pasangan married yg bahagia hingga anaknya besar
Acara San Jit sekitar jam 8 – 10 siang, tdk baik lebih dari jam 10 siang
Pihak wanita hrs menjamu pihak pria, boleh di restaurant boleh di rumah.
Stl acara Sanjit ada acara bawa koper dari rumah pihak wanita ke rumah yg akan ditempati.

Acara bawa koper :
Satu Koper diisi pakaian yg baru sbg lambang awal permulaan lembaran baru
Satu koper diisi kosmetik baru
Satu koper isi bed cover & satu set sprei
Dua koper di atasnya ditaruh hiasan berupa kipas yg dibuat dari uang, boleh ribuan, puluhan, ratusan. Terpenting hrs genap sbg lambang angka hidup.
Samping koper ditaruh dgn 2 apel & 2 jeruk sbg lambang keselamatan & keberhasilan.
Kamar pengantin dihias dgn tulisan Shi = bahagia
Di atas kasur ditaruh sepasang boneka angsa
Sprei dipasang oleh sepasang keluarga yg harmonis & sukses sbg lambang kebahagian berumah tangga
Pihak Pria menjamu pihak wanita boleh di rumah boleh di restorant.

-Lim Wiss-
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/5559

Tidak ada komentar:

Posting Komentar